Matematika dan Rasa

Matematika dan Rasa

Di balik perjalanan mengerjakan tantangan 10 yang terpincang sesungguhnya menyisakan beberapa pelajaran berharga.

Mulai dengan yang ada, bukan mengada-ada.

Mau mulai mengenalkan konsep kuantitas dan simbol angka, searching ide di sosmed. Dapat worksheet menarik, saved. Sementara untuk ngprint harus keluar rumah tersebab di rumah belum ada printer. Mager alias malas gerak. Lalu menguap begitu aja.

Iya, sering banget terjadi dengan saya sendiri. Ada yang suka gitu, mau mulai sesuatu tapi nunggu perfekto persiapan dan perintilannya, trus malah berujung ZONK? *huahaha cari temen 😂

Jadi apa?

Mindset. Pola pikir. Paradigma.

Memang pikiran adalah mula dari segala sesuatu. Niyat penentunya. Kalau niyat dan pola pikir pas, jalanlah rencana.

Mengubah pola pikir, bahwa matematika itu dekat dengan keseharian, akan mendorong ibu sebagai guru keluarga untuk lebih aktif menyesuaikan ketersediaan. Bukan malah menunggu-nunggu tanpa aksi.

2. Never underestimate your children! Setiap anak itu unik.

The power of anak-anak itu luarr biasa. Jadi ketika sesekali mentok saat belajar sesuatu, jangan jadi mutung orangtuanya yah…

Setiap anak punya kemampuan istimewa yang Allah titipkan sejak diciptakan. Tantangannya bagi orangtua yang diamanahkan, bagaimana perjalanan discovering the power of everyone.

Lalu, saatnya beneran keliatan mentok banget di satu sisi harus gimana dong?

Saya teringat sebuah video wawancara pak Habibie oleh mbak Najwa. Salah satu jawaban dari pertanyaan titipan yang disampaikan, tokoh jenius Indonesia ini mengungkapkan, untuk hal-hal (termasuk mata pelajaran) yang tidak kita sukai, janganlah ditinggalkan begitu saja. Tapi cukuplah memasang target asal lolos. Misal, dari sederetan pelajaran sekolah ada yang nggak disukai, sebutlah fisika, misal loh ha, jadi fisika ini cukuplah belajar dan mencurahkan perhatian sampai batas aman bisa naik kelas dan lulus ujian. Bas.

Porsi perhatian dan upaya lebih besar diberikan pada hal yang disukai. Dari sana bisa mendukung tersingkapnya spesialisasi tiap pribadi hingga tahap ahli.

Jadi, kalau anak kurang menonjol di matematika (yang katanya sering jadi momok ini), cukuplah memberi target anak bisa mengikuti praktek logis sehari-hari, tanpa harus jadi penemu besaran peluang dadu bernomor enam muncul dalam seribu kali kocokan 😅

3. Matematika logis berkaitan erat dengan kegiatan berorientasi akhirat.

Apa iya?

Banget!

Kalau sudah sepakat dengan statement bahwa matematika logis benar lekat keseharian, berarti otomatis termasuk kegiatan berhawa agama. Dan tentu, yang sifatnya ukhrawi alias berorientasi akhirat.

Salah satu sisi paling mendasar, bahwa kewajiban taklif mensyaratkan kondisi berakal dan tamyiz, yaitu bisa membedakan benar dan salah.

Dengan memahami konsep matematika yang melatih berpikir logis, seruan bahwa ‘kebaikan selalu berbalas kebaikan’ akan segera disambut. Sebab paham benar, timbangan Tuhan tak pernah tertukar. Sebab tahu bahwa segala sesuatu pasti ada akhirnya, dan sebaik-baik akhir adalah syurga. Maka ia patut dibeli dengan sebaik daya upaya meski harus berlelah di muka dunia.

Dari sisi lain, saat bersentuhan dengan matematika sejatinya bisa dihayati menjadi momen perenungan yang kelak memecut kesungguhan seorang muslim dalam beragama.

Saya tertegun saat bersama dua kakak, Aida dan Ata mengamati timbangan. Saat belajar konsep timbangan itu, turut hadir bayangan akan timbangan amal yang menjadi satu fase wajib dilewati di rentetan kejadian hari kiamat.

Juga saat pengenalan konsep kanan dan kiri, selain membawa ajaran bahwa dalam islam ada aturan memakai tangan khusus di beberapa kondisi, kita bisa mengajak anak beserta seluruh anggota keluarga berdoa agar kelak diberikan buku catatan perbuatan dari tangan kanan. Sebab Allah menjanjikan kebahagiaan bagi mereka yang termasuk golongan penerima buku dari kanan. Sementara yang diberikan catatan dari sebelah belakang, artinya kelak akan ditimpa celaka.

Atau, ketika menghadapi perkalian. Jangan lupakan janji Allah bahwa setiap kebaikan seorang muslim akan mendatangkan 10 pahala, dan bahkan kelipatannya. Juga dari infaq sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah, menuai pahala jauh lebih buanyaak. Sampai bahasa dalam al Qur’an mengibaratkan dengan sebulir biji yang kemudian tumbuh menjadi tujuh dan kemudian berkembang menjadi ratusan.

Ya Allah. Indahnya jika setiap detik menjadi dialog iman. Sayangnya, kadang kita suka terlalu tergesa… Qaumun musta’jiluun.

#aliranrasa #matharoundus #ilovemath

Comments