Wisuda Berkesan

Tepat usai acara Wisuda Khirrij (Alumni) Al-Azhar tahun 2011, yang paling mencuat dalam diri saya ternyata bukan gelegar motivasi untuk segera lulus, seperti yang tergambar dalam status teman-teman selain wisudawan/wati di jejaring sosial. Bukan juga harap-harap cemas mendambakan kesempatan bertengger di atas panggung kebesaran dengan gelar wisudawan/wati terbaik sambil beruluk kata beberapa menit. Bahkan sekedar maju naik ke atas panggung untuk menjalani prosesi penyerahan piagam kelulusan plus pengalungan medali oleh rektor beserta petinggi universitas dan kedutaan pun bukan keinginan menggebu.

Yang pertama, terkait kelulusan. Namanya pun sekolah, atau bahasa kerennya setelah naik tingkat menjadi mahasiswa; kuliah, biasanya memang menyisakan satu ujung bernama kelulusan. Berapapun jangka waktu yang ditempuh untuk kuliah, tetap ada satu ujung bernama kelulusan di sana. Kecuali bagi beberapa orang yang tidak diizinkan mendapatkan kelulusan tersebut atau memilih tidak mengambilnya. Lantas, benarkah kelulusan ujungnya? Ya, kalau memang dilihat dari sisi sekolah atau kuliah sebagai jenjang pendidikan tertentu, mungkin memang kelulusan ujungya. Tapi apakah kelulusan menjadi akhir, klimaks? tentu tidak. masih banyak lagi tugas yang harus dikerjakan usai sesuatu bernama kelulusan tersebut, lebih banyak tugasnya malah. Jadi, lulus atau tidak pun sebenarnya tugas tetap ada dan tak pernah meniadakan tugas. Jadi sebenarnya, gelegar semangat segera lulus itu harus diimbangi dengan tanda tanya di ujungnya. Atau dengan kata lain, status teman-teman yang bertebaran di jejaring sosial tentang keinginan cepat lulus sebaiknya diuji dengan soal tanda tanya tersebut; lantas apa setelah kelulusan?

Terkait harap-harap cemas, ah.. lekat sekali dalam benak bunyi potongan hadits arba'in yang berbicara tentang ketentuan Allah; واعلم أن ما أخطأك لم يكن ليصيبَك، وما أصابك لم يكن ليخطئَك. Sungguh, sesuatu yang Allah tetapkan tidak akan menimpamu, semua itu takkan menimpamu. Adapun segala sesuatu yang Allah tetapkan akan menimpamu, maka semua itu akan menimpamu.
Apalagi hanya terkait 'maju dan sambutan' atau 'penghargaan', bukankah semua justru cobaan tentang pamer yang akan menumbuhsuburkan hubb az-zhuhur, yang berpotensi menjadi cikal bakal sifat takabur? Maaf, saya bukan menafikan manfaat atau sisi baik dari 'maju dan sambutan' atau 'penghargaan'; segala sesuatu pasti ada sisi baik dan buruknya. Dan saya pun cukup mengakui beberapa kebaikan yang terkandung disana. Tapi, tentu selain mengakui kebaikannya, ada banyak tunas negatif yang mungkin muncul, yang juga harus disadari. Nah, disanalah tantangannya, plus cobaannya:D Bukankah di setiap tasyrif ada taklif tersendiri? Meskipun kata DR. Amru El Wardany di pelatihan metodologi fatwa jilid 1, hakikat taklif adalah tasyrif itu sendiri, tetap saja di tasyrif pun juga terkandung makna taklif. Aihh, jadi mbulet ini mah ya.. Tasalsul ndak ada ujungnya jangan-jangan.. Stop sajalah disini, di titik bahwa penobatan-penghargaan-apalah namanya adalah taklif-beban yang tidak perlu diimpikan banyak-banyak. Berdoa sajalah semoga Allah memberi kelapangan hati serta menjadikan kita bagian dari kumpulan orang yang senantiasa ridha menerima ketentuan-Nya, apapun ketentuan-Nya itu, sebab pasti Allah tidaklah menetapkan sesuatu kecuali yang terbaik bagi hamba-Nya. Hehe, kalau versi saya mah ya, Allah always gives us the best lah poko'e, just be thankful.. full of thank :D (maap maap kalo edisi Inggrisnya aneh, maklum amatiran:) menerima masukan atau revisi dari temans semua)

"Sayang sekali, Fy.. Mumpung yang ngasih piagam dan medali-nya orang-orang keren sekaliber rektor Al-Azhar dan Duta Besar atau Atase Pendidikan nih..", itu juga beberapa komentar yang sempat mampir di telinga saya sekilas rentetan wisuda -dari mulai pendaftaran hingga prosesi-. (tanggapan saya, as usual: Nyengir sajalah ya.. :D) Pertanyaan nyeleneh yang mampir di otak usil saya mendengar kalimat tersebut; Lantas ada apa dengan beliau-beliau itu? Kalau hanya untuk menyerahkan saja, toh saya belum juga mendapatkan satu poin tambahan berupa ilmu atau apalah. Paling sekedar motivasi; Wow, kapan ya saya bisa jadi seperti mereka? Dan motivasi tersebut bisa jadi hanya sekilas, lalu hilang seiring turun panggung dengan berkalung medali dan tangan menggondol piagam kelulusan. Sungguh alangkah baiknya jika motivasi tersebut lantas bermetamorfosa melalui rangkaian renungan dan menjadi letupan gairah dan karya yang istiqamah, konsisten. Dan kalau hanya sekedar merujuk pada momen pertemuan "jarang-jarang loh ketemu orang hebat seperti mereka ini", kenapa juga ya tidak banyak terpikirkan kalimat tersebut selama masih menjalani jenjang perkuliahan, yang notabene merupakan rentang masa panjang dan leluasa untuk bertemu dengan orang-orang hebat tersebut. Bukan pertemuan biasa malah, plus menimba percikan ilmu dan hikmah dari kilau hebat mereka. Kalau sekedar di atas panggung, sungguh bukan tidak mungkin mereka -orang-orang hebat tersebut- segera melupakan nama dan wajah kita seiring turun panggung.

Ops..! tiba-tiba saya tertohok sendiri dengan kata-kata saya di atas. Tertohok, semakin sadar sudah tingkat akhir, padahal ilmu bahkan pun tak ada sepersekiannya dari muwashafat -karakteristik- standar mahasiswa tingkat awal universitas mulia ini, apalagi seujung kuku buku ulama besar yang dihasilkan universitas ini. Dan semakin tersadar, semakin insyaf bahwa sebelum siapapun, sungguh tulisan ini merupakan 'hadiah' dan 'pukulan' tertuju untuk diri sendiri.

Ahad, 16 Oktober 2011
Tepat pulang dari ACC, usai pergelaran Wisuda dan Anugerah Prestasi

"Menjadi apapun engkau, sungguh jangan pernah alingkan muka dan pandanganmu dari DIA;

Sang Pemilik Energi Alam Raya.
Menjadilah engkau yang terbaik di mata-Nya saja.
Menjadilah saja, engkau yang tercantik di hadap-Nya."

   
 




Comments

  1. Wafiyyah,,,,,spechless!!!
    aku tertohok .....
    ,,,,,,,,,,,,,,,,,,
    BY:yang menanti pertemuan di math'am

    ReplyDelete
  2. kadang terlintas dipikiran, peduli amat dg pengakuan, penghargaan orang lain, ato apa sih gunanya segala legalitas dr suatu kemampuan. namun ternyata memang hal yg mustahil diabaikn bahwa umumnya manusia banyak yg terpaku pada legalitas atss kemampuaan.

    ReplyDelete
  3. speechless-nya harus ditindaklanjuti di mat'am ya Ayi? btw, speechless alasyan eih ya Gariny?

    ReplyDelete
  4. :)
    udah sembuh shalihah? alhamdulillah..

    ReplyDelete
  5. memang manusia banyak yang terpaku disana Mah, bahkan mungkin kita sendiri pun begitu. Yang perlu dicatat adalah, kesadaran bahwa menjadi 'bukan sekedar diakui dan bukan sekedar legalitas' akan menjadi poin pembeda sseorang dari manusia lain ;) Ganbatte azmah-chan!

    ReplyDelete
  6. Wahh...barakallahu ya, Fiy...
    Semoga kelak dapat terus berprestasi & menginspirasi..^^

    ReplyDelete
  7. haduh haduh.. ralat dulu deh mbak.. bukan saya yang di-wisuda neh.. sementara sekarang masih menjadi panitia wisuda saja dulu.. tapi ndak apa komennya jadi do'a plus semangat^^ Wallahu yubarik fiik..

    ReplyDelete
  8. :)
    eniwei kita ga boleh melakukan sesuatu karena takut riya kan ya Fy? jadi kamu jangan takut berprestasi karena khwatir ujub pas dipanggil, hehe..

    *kata ifah kan km dulu termasuk nominasi siswi teladan di HK, ayo Fy jadi nominasi lagi :)
    belum sembuh ifahnya, doanya ya wafy..

    ReplyDelete
  9. jazakillah selalu mengingatkan Maya, sesuatu banget deh.. :D

    btw, bu Maya jangan dengerin gosiiiiiip.. ish ish, pengen ngejitak iFah.. *ngejitaknya sambil nge-do'a, semoga Allah cepat sembuhkan yaa..

    ReplyDelete
  10. salam semangaat!
    punya potensi jangan dipendam Fy, hehe.. :)

    ReplyDelete
  11. semangaaat!
    siapp buu! *sambil nyari si potensi.. :D

    ReplyDelete
  12. Subhanallah..

    kemurnian sebuah niat, keistiqamahan diri untuk thalabul ilmu, keikhlasan mendekati ilmu, sedang berat-beratnya aku rasa ka. mohon do'anya ya ka wafyyyyyyy :)

    sukses selalu untuk ka wafy, di dunia, dan akhirat :)

    ReplyDelete

Post a Comment