NHW 4 : Mendidik dengan Kekuatan Fitrah
Sejujurnya, tahap ini agaknya tahap yang cukup berat buat
saya pribadi. Dari zaman dulu kala, saya terbiasa jalan seadanya, dengan
anggapan bahwa sudah berjalan seadanya cukup menyenangkan. Tapi nyatanya hari
ke hari seperti ditegur unutk memanfaatkan potensi dan bekal yang sudah Allah beri.
Materi 4 yang membahas tentang fitrah agaknya menjadi
renungan sekaligus cambuk bahwa semuanya harus dimulai. Buat pribadi sejenis
saya yang masih suka mencari-cari, cukuplah menguatkan diri dengan beberapa
afirmasi positif serupa; Kita tak pernah tahu di garis mana Allah lompatkan kita,
temukan kita dengan yang ramai orang sebut sebagai passion, atau juga.. sebenar
misi hidup. Semuanya akan ditemukan dengan menjalani langkah demi langkahnya. Poin
intinya ya, dimulai mencoba.
A. Mari kita lihat kembali NHW
#1 apakah anda tetap memilih jurusan ilmu tersebut di Universitas kehidupan ini
atau berubah?
Melihat kebutuhan dan kegemaran yang sesuai dengan kondisi
saat ini, tampaknya ilmu keluarga masih tetap menjadi fokus belajar utama. Namun,
selain ilmu keluarga ini, saya ingin kembali memeluk masa bercengkrama dengan
ilmu syari’ah. Entah kapan untuk urusan sekolah formalnya ya, at least, saya
sudah niyatkan untuk terus di bidang ini, insyaALlah.
B. NHW #2, apakah kita sudah
konsisten mengisi checklist harian kita?
Sejujurnya belum konsisten mengisi. PR besar memang. Tapi sungguh
membuat checklist seperti itu benar menghadirkan warna baru ya, setidaknya jadi
ingat, oh ya, I have to do this and that.
Padahal belajar dari bu Septi dalam membuat kebiasaan baru
dengan konsisten melaksanakannya selama 3 bulan. Kabarnya, -iya, ini mah masih
tahap mendengar dari penyampaian orang ya, belum pernah ketemu langsung
soalnya, someday insyaAllah kami akan berguru langsung J- setiap 1 target kebiasaan
positif benar-benar dilakukan dalam 3 bulan itu. Yang terkenal sering dielukan
adalah, berpakaian rapi di rumah. Layaknya pekerja yang setiap pagi memulai
hari dengan kostum rapi, bu Septi juga melakukannya sebagai tanda keseriusan
sekaligus dedikasi untuk pekerjaannya sebegai ibu rumah tangga. Terdengar remeh,
tapi menarik ya? Para ibu-ibu pasti tau banget rasanya susah menanggalkan
pakaian kebesaran –si daster favorit yang tambah lusuh tambah enak-. Ibu dan
daster itu, semodel amplop dan perangko pada zaman dahulu kala. Atau, hape dan
email kaliyaa kalau kekiniannya.
Percayalah, begitulah ternyata perubahan kecil selalunya menjadi
awal mula dari perubahan fenomenal.
Dan berkaca dari kisah Bu Septi yang 1 habbit 3 bulan,
kayaknya saya perlu memilah dan memilih 1 dulu dari sekian poin checklist untuk
jadi proyek utama. Yang paling krusial dan diperlukan… Bismillah yuk!
C. Lihat NHW #3, apakah sudah
terbayang apa kira-kira maksud Allah menciptakan kita di muka bumi ini? Kalau sudah,
maka tetapkan bidang apa yang akan kita kuasai, sehingga peran hidup semakin
terlihat.
Here the challenge is. Saatnya mencoba memetakan ya.
Saya suka menulis, mengamati sekeliling dan berpergian baik
sendiri atau rame-rame. Pada dasarnya saya lebih suka berada di balik layar, aktivitas yang jauh dari hingar bingar. Baru-baru ini dengan iseng mencoba menghasilkan uang
dari online. Senang, bahkan sempat terbetik apakah ini passion yang dicari?
Tapi setelah ditilik-tilik, ternyata yang lebih membuat
berbinar bukan masalah transferan. Justru saat bisa berbagi info dan manfaat
itulah, meski sekedar Tanya-jawab tanpa ujung transferan, saya sudah merasa
sangat bahagia. Saya curiga dasar bahagianya adalah, sebab terhubung dengan
orang berbda- beda dimana saya jadi banyak variasi emosi (which is
connectedness itself). Satu factor lain, karena jadi banyak belajar hal baru. Berarti
baliknya ke kegemaran beraktivitas variatif dan belajar hal baru, bukan ke
transferan belaka. Ehm, makin rumit. Saya coba tes Strength Typology di web
temubakat, hasilnya bikin terpacu nabung untuk tes Talents mapping, nanti kalau
sudah di tanah air ya, insyaAllah.
Saya saat ini suka sekali melahap ilmu tentang keluarga dan
anak, semakin terbuka akan kebangkitan suatu bangsa dimulai sejak dari lingkup
terkecil, keluarga. Batu bata yang kokoh berupa keluarga muslim, yang kemudian
bergandengan tangan menghadapi arus deras zaman. Mengingat hal ini, perlu gerak
bersama semua kita.
Berbekal observasi seadanya yang juga masih berlangsung,
mari mencoba menyusun misi hidup dll.
Misi hidup: Menggalang kekokohan keluarga muslim
Bidang : ilmu keluarga dan agama
Peran: pelajar dan penggalang
Inget pramuka nggak sih? Wkwkwkk…
Sebenarnya, saya belum menemukan istilah yang tepat untuk
mendeskripsikan peran yang saya bayangkan.
Begini kira-kira, membangun kekokohan bangsa harus dimulai dari
kekokohan keluarga. Di tahap ini, peran saya sebagai Ibu di keluarga adalah
penggalang pergerakan positif seluruh anggota keluarga, sehari-hari. Mendorong,
memotivasi, sekaligus merancang geraknya. Plus, tentu saja menjadi bagian yang
menjalaninya bersama-sama anak dan suami.
Step setelah memulai dengan keluarga sendiri, kami –saya dan
suami- berharap besar bisa memberikan sidik jari kebaikan dan kebermanfaatan di
kehidupan sosial bermasyarakat melalui peran-peran yang mungkin dilakukan.
Dalam lingkar luar, sebagai anggota masyarakat yang
berjejaring dengan keluarga lain, selayaknya mendorong terbangunnya kesadaran
akan kekokohan keluarga tersebut di rumah-rumah. Berbagi ide, info, berkegiatan
bersama, menulis catatan harian yang semuanya mengarah pada kesadaran
berkeluarga dengan sehat dan kuat. Kalau provokator tendensinya agak negative,
maka jadilah kita pakai saja kata penggalang ya hehe J
D. Setelah menemukan 3 hal
tersebut, susunlah ilmu apa saja yang diperlukan untuk menjalankan misi hidup
tersebut. Tetapkan milestonemu!
Karena melibatkan aspek keluarga dan agama, maka ilmu yang
harus dimiliki adalah;
a. ilmu agama –yang menjadi
basis sekolah formal saya-.
b. ilmu keluarga, dengan
segala makna luas yang terkandung di dalamnya. Antara suami-istri, keorangtuaan
alias Parenting, Masak, Pendidikan anak especially Fitrah based Education dan Montessori,
komunikasi, dan sebagainya. Melihat banyaknya ilmu terkait, perlu ditentukan
fokusnya kemudian nih… eh tapi, ada IIP
yang kemudian dirasa sejalan dengan harapan. J
Adapun terkait kegemaran menulis, maka saya menetapkan akan
belajar tulis menulis juga untuk mendukung perjalanan misi hidup.
Meski di sepanjang lima tahun berumah tangga sempat mengecap
ilmu terkait keluarga di beberapa kesempatan online maupun offline, sayangnya
karena tidak terstruktur, maka dengan ikut Institut Ibu Profesional sepertinya
menjadi momen tepat memulai dari nol. Milestone mengikut dengan hari lahir saya
agar lebih mudah memantau perkembangan diri.
Mengikut pada teori Malcolm Gladwell yang mengatakan untuk
menjadi ahli dalam satu bidang seseorang perlu 10.000 jam terbang, perlu
memberikan porsi untuk terus mencari ilmu, menuliskan dan mempraktekkannya
bersama anak-anak. Karena ilmu yang saya pelajari terkait dengan keluarga dan
anak, maka proses belajar akan dilakukan beriringan dengan perjalanan peran
sebagai istri, ibu. Bukan artinya, misal ditetapkan alokasi waktu 3 jam per
hari, kemudian saya melepaskan diri dari semua ativitas sebagai Ibu. Namun,
insyaAllah akan dilakukan beriringan. Melihat kondisi keterkaitan tersebut,
saya mengalokasikan 5 jam untuk mencari ilmu, menulis dan mempraktekkannya
bersama suami dan keluarga. insyaALLAH mengikut track tersebut, bekal optimal
serta peran luas manfaat mampu ditunaikan sebaik-baiknya dalam kurun waktu
sekitar 6 tahun.
KM 0-KM 1 :
Matrikulasi Institut Ibu Profesional - Menyelesaikan
tugas akhir kursus Montessori
KM 1-KM 2 : Menguasai
ilmu seputar Bunda Sayang – sekolah formal
KM 2-KM 3 :
Menguasai ilmu seputar Bunda Cekatan
KM 3-KM 4 : Menguatkan
praktek ilmu Bunda Sayang dan Bunda Cekatan
KM 4-KM 5 : Menguatkan
ilmu Bunda Produktif
KM 5-KM 6 :
Menguatkan ilmu Bunda Saleha
Semoga bukan Cuma tulisan dalam kertas, maka dalam upaya
mewujudkannya, saya kembali lihat NHW #2, perlu merevisi sedikit dan yang
paling utama, menjalankannya!
Comments
Post a Comment