Tanya Jawab Materi 2 MIIP batch 5: Ibu Profesional

Kelas Matrikulasi IIP Luar Negri
Peresume: Dessy Kusumawati 

1. Amalia_Singapura
Tanya: 
Bagaimana pendapat IIP tentang tayangan kualitas sinetron dan media TV di Indonesia? Dan apa yang bisa/sudah dilakukan?

Jawab:
Mba Lia, Pertanyaannya berat ya. ☺☺
Saya pribadi melihat TV Indonesia itu mayoritas dikuasai Swasta, yang mana TV swasta adalah institusi bisnis yang tentu orientasinya adalah profit. Jadi kadang mereka sudah tidak lagi menjamin isi dari acara yang mereka buat, apa ada pesan moral yang baik atau tidak, tapi mereka menyuguhkan sesuatu yang menurut mereka masyarat pasti nonton deh (mau ga mau). Rating naik, profit masuk. 
IIP mendidik para Ibu utk bisa menjalankan perannya dg baik, bisa mempersiapkan diri & anak2nya utk pny peran di kehidupan mereka kelak. Maka ibu dididik utk pny filter trhdp media komunikasi yg tidak sesuai dg Value Yg dianut oleh keluarga. Pilihan tentu ada pada kita sebagai orang tua. Bagaimana yang lain?? silahkan berpendapat ya... 😊😊

2.Monika Hestiana_Singapura
Tanya: 
Saya ingin tahu lebih dalam apakah arti moto ""Be professional, rejeki follows"" yang disampaikan oleh ibu septi?

Jawab:
Mba Monika... menurut saya pribadi dalam memahami motto "Be professional, rejeki will follow" pada intinya adalah jangan sampai kita mengkhawatirkan rejeki (yang mana sbg muslim kita percaya Allah sudah menjamin rezeki tiap orang) lalu sampai abai terhadap amanah dan ketaatan kepadaNya. 

Di IIP kita akan belajar bertahap tentang bagaimana menjaga amanah anak2 & keluarga, juga bagaimana kita bisa mengembangkan potensi/bakat sang ibu sendiri bahkan bisa sampai tahap menjadi ibu produktif. Dengan menjalani proses dan prioritas yang benar, insyaAllah rezeki akan datang saat kita telah bersungguh2 berjalan di jalur yg sesuai kehendakNya😊😊😊

3. Dessy Kusumawati_Singapura
Tanya: 
1. Dalam bunda sayang, dikatakan seorang ibu menjadi guru utama dan pertama untuk anak2 nya.
Disini apakah juga dimaksud dengan seorang ibu diharapkan harus bisa mengerti semua subyek pelajaran anak di sekolah? Sehingga tidak perlu dimasukkan ke tempat les misalnya..

2. Seberapa besarkah dampak lingkungan di luar rumah kita, dengan tumbuh kembang si anak? 
Apakah si anak bisa dengan mudah terbawa lingkungan sekitar?
Bagaimana cara/sikap ibu/orangtua dlm menghadapi apabila lingkungan di luar, tidak sejalan dengan apa yg kita ajarkan di rumah? 

Jawab:
1.Ibu sebagai guru pertama dan utama. Menurut saya bukan berarti ibu harus mahir dalam semua pelajaran di sekolah yaa.. hehehe.. 
- Guru di sini bukan hanya guru pelajaran sekolah. Lebih penting lagi guru dalam segala fitrah anak; fitrah keimanan, fitrah bakat, fitrah belajar, adab, dst (tentang fitrah anak nantii insyaAllah akan dibahas lebih jauh ya di materi2 berikutnya)
- Apakah harus mahir di semua bidang tersebut (termasuk akademik)? Tidak. Tapi menurut saya ibu yang akan pegang peran penting menumbuhkan dan menggali fitrah2 tsb. Membangkitkan motivasi pada anak, sesuai kemampuan dan gaya belajar anak, bukan menjejalkan.

2. Sebagai contoh:
Saya pernah mengikuti kulwap dan ada yg menanyakan hal seperti ini. Ketika kita menerapkan disiplin kepada anak, sebagai contoh masalah Gadget. Anak hanya boleh liat gadget hari minggu atau sabtu. Lalu kita berkunjung kerumah teman, dan melihat anak-anak mereka bermain gadget tanpa kenal waktu. Nah hal-hal seperti ini tentu bertentangan dengan misi dan aturan yang sudah disepakati bersama anak. Pesan nya cari teman yang satu visi saja. Mungkin terdengar keras ya. Atau tidak kompromi. Tapi saya ingat betul pesan ini. Dan saya pribadi sepakat. 😀
Atau bisa mengajak anak pergi kerumah teman itu hari sabtu atau minggu saja. Sehingga anak-anak bisa tetap bermain bersama karena sesuai dengan “gadget time” mereka. Apalagi jika anak kita belum bisa konsisten menerapkan apa yang kita sampaikan dan sepakati. Anak akan mudah terdistrak dan tergoda sehingga akan melanggar kesepakatan bersama. Disini dapat terlihat kalau lingkungan menjadi salah satu faktor terbesar dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak kita.

4. Geta Yuanita_Qatar 
Tanya:
Very excited membaca materi 2 ini...berbagai pertanyaan pointer seperti menyadarkan diri selama ini yg sedikit cuek menjalani peran sbg ibu dan istri. Membaca 4 tahapan2 ibu profesional berarti kelas matrikulasi ini sebetulnya belum masuk ketahapan itu ya....berarti seperti kelas persiapan gitu ya mbak? 

Jawab:
Kelas Matrikulasi ini seperti pintu gerbang bagi ilmu-ilmu selanjutnya di IIP, Kelas matrikulasi membahas Ibu profesional secara keseluruhan
Nanti dikelas Bunda Sayang kita akan bertemu tantangan2 yang langsung mengacu kepada praktek dilapangan dan akan banyak project yang bisa dilakukan bersama Ananda mba 😉😉😉😉

5. Aprilia Prihatini_Qatar
Tanya:
1. Di dalam Misi Komunitas, di point 4 tertulis:
Meningkatkan peran ibu menjadi “change agent” (agen pembawa perubahan), sehingga keberadaannya akan bermanfaat bagi banyak orang.
Salah satu contoh konkritnya seperti apa?

2. Pada Visi Komunitas tertulis: ""membangun peradaban bangsa dari dalam internal keluarga"".
Salah satu contoh konkritnya seperti apa?

Jawab:
1. Menjadi change agent perubahan itu tidak hanya berada dalam lingkup keluarga. Tapi tentu hal kecil itu bisa dimulai dari keluarga. Contoh Misalnya membuat taman bacaan yang mana taman bacaan itu kelak tidak hanya bermanfaat bagi anak kita namun bagi anak-anak lain disekitar tempat tinggal kita. Mba April bisa mulai merancang hal apa yg tidak hanya bisa dinikmati oleh anak2 tp teman nya si anak anak misalnya 😃😃😃

2. contoh konkritnya, mendidik anak2 menjadi calon wanita/pria dewasa yang bijak, kelak menjadi calon ibu/ayah yang bijak juga. Simplenya, apakah mba Aprilia melihat indikasi kerusakan pada generasi muda sekarang? Menurut mba April, apakah pendampingan orang tua di rumah ada pengaruhnya? 😃

6.Fika Dara Nurina_Jepang
Tanya:
1. Dalam menjalani matrikulasi ini, adakah indikator keberhasilan setelah menjalani matrikulasi? Pertanyaan apa yang perlu ditanyakan pada diri/ suami/ anak untuk mengukur indikator keberhasilan tersebut?
2. Bagaimana menemukan misi spesifik hidup kita?

Jawab:
1. Mba Fika, segera kerjakan nice homework diberikan hahaha.. Lakukan perubahan sekecil apapun yang bisa kita lakukan. Materi sekeren apapun kalau tidak dipraktekkan, akan sia-sia, karena tidak akan membumi dan menjadi amalan kita. 
Ajak suami untuk memberi pengamatan dan penilaian selama proses belajar ini. Evaluasi bersama-sama
Saya pernah melakukan ini setelah lulus matrikulasi dan berlanjut ke bunda sayang.
Saya tanya: “pah menurutmu selama aku aktif di IIP ini hal apa yang paling terasa yang bisa kamu lihat dari aku? Ada perubahan gak?”
Jawabannya simple tp bikin meleleh: “kamu seperti menemukan duniamu kembali” happy dan lebih semangat! #ecieeeeeee! (Lhaa! selama ini dia anggap saya ada di Planet gt??)hehehe
Ini contoh kecil ya.. perlunya kita minta pendapat mereka, hal-hal kecil tanpa di sadari walaupun kadang “geueleuh (ceuk urang sunda teh)’ tapi mampu menghangatkan hati dan menghangatkan hubungan suami istri hahaha..
Gunakan indikator ini:
*Enjoy, easy, excellent dan earn*
*Satu lagi indikator terpenting juga adalah “Ibu menjadi kebanggaan keluarga” (kedip kedip)*

2. Orang yang sudah menemukan misi spesifik hidupnya itu akan paham apa maksud Allah SWT menciptakan dirinya di muka bumi ini. Sudah mengerti apa yang akan dia lakukan bagi keluarganya dalam menjalankan peran nya sebagai seorang istri ataupun Ibu (dimulai dari hal kecil) atau bila bila belum menikah, mulai menyusun konsep hidup. Mampu memahami visi dan misi hidup nya, mau apa? Kapan harus memulai? Untuk apa? Karena apa? Bersama siapa? 
Dan bersabar ya, ini ada di materi matrikulasi berikutnya tentang proses menemukan misi spesifik hidup, dan Ibu sebagai Manager keluarga. Terus semangat mengikuti ilmu ini setahap demi setahap

7. Siti Sarah Purnamasari_Jepang
Tanya:
Adakah perbedaan atau keutamaan mencari ilmu parenting dengan belajar sendiri (mandiri) dan mengikuti komunitas ibu profesional?

Jawab:
Mba Sarah, Saya pribadi masih mengikuti Anjuran agar kita memperoleh ilmu dengan guru dan bersanad. Sanad itu bersambungnya ikatan kita kepada guru, guru kepada gurunya. Dan saya pernah membaca kalimat yg mengutip perkataan Imam Asy Syafi’i ra.: “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu”
Bersanad kepada seorang guru, sama pentingnya karena sebagai pertanggung jawaban ilmu yang di ajarkan dan orisinalitas ilmu. 
Dan apabila kita belajar sendiri sah-sah saja. Era globasliasi membuat kita bisa menemukan sumber ilmu dari mana saja, terutama internet. Namun perlu diingat akan sangat mungkin kita akan mendapatkan banyak kekeliruan. Seperti halnya buku yang bisa kita bawa dan baca, siapa saja bisa menulis, dan terbuka kemungkinan orang-orang yang tidak bertanggung jawab menerbitkan
dan mempublikasikan berbagai informasi yang dapat menyesatkan. Ada baiknya ilmu yang sudah diterima dapat dikaji bersama-sama (IMHO). Seperti diskusi kita kali ini.😉😉😃😃

Tambahan dari mba Dieni:

Kalu boleh saya pengen nambahin bwt mba @⁨Sarah 🙂⁩ yaa.. 🙏
Kebetulan baruu di awal2 kelas ada yg nanyain hal serupa ke saya.. kenapa banyak yg minat ikut kelas begini ya? Padahal sbtlnya bisa dicari2 sendiri?

Kenapa saya merasa lebih nyaman belajar ikut di komunitas ini? 
Mungkin ini mirip2 seperti kenapa beberapa blogger yg membuat e-book, atau online course tetap banyak yang suka walo mungkin kontennya ada free di beberapa blog posts, atau bisa searching2 sendiri?

Pros nya yang saya rasakan;
• materi terstruktur, ga nyari2 sendiri (udah dicariin dan disusunkan mau fokus ke mana dulu) sehingga menghemat waktu browsing2, 
• ada temen belajar (external accountability juga), 
• diskusi langsung (susah dapet kalo self study), 
• dan dapet pengalaman dari "guru", atau narsum, atau coach, atau yg intinya orang2 yang sudah pernah menjalani proses serupa lebih dulu (dengan catatan, tidak berarti sudah lebih baik - karena ini subyektif sekali, tapi kita belajar dari pengalaman, inspirasi, dan motivasi)

8. Ajeng Pratiwi_Jerman
Tanya:
1. Apakah ada tips and trick untuk membuat kita selalu istiqomah dan menjaga kesungguhan untuk bersungguh-sungguh menjalani tugas dan peran kita sebagai ibu di rumah (terutama di saat2 down atau kelelahan fisik melanda)?

2. Apa indikator dari keluarga unggul? Apakah ada standar yg harus terpenuhi atau dikembalikan lagi pada nilai2 keluarga masing2?

Jawab:

1. Mba Ajeng sini peluk dulu, lagi-lagi "i feel you yaak.." hehehe.. Menjalani peran sebagai Ibu ibarat kita sedang berproses dalam peran kita. Kita ini manusia bukan robot. Bersyukur kita buatan Allah kalau buatan manusia juga mungkin kita sudah eror dan rubuh. Jadi bila hati dan fisik merasa lelah itu wajar ya. 
Renungkan keputusan menjadi seorang Ibu, keputusan yg luar biasa bukan? Bahkan banyak sekali orang2 yang ingin berada di posisi ini dan ingin menjabat jabatan sebagai “Ibu”. Kita sudah sampai diposisi ini. Posisi terbaik didunia bagi saya (yg dulu merasa galau dan lelah juga)hahaha.. Tapi saya akhirnya mencintai peran ini. Tetap dengan keruwetan nya ya mba hahaha..
Lelah fisik, ambil waktu “me time” masih ingat dengan guru tamu kita yg menceritakan bahwa dia butuh me time 20 menit saja, bersandar duduk di dekat jendela sambal menghirup kopi hangat. Sesederhana itu mampu mengembalikan energy yg terkuras karena lelah
Lakukan yg Mba Ajeng senangi. Sepakati dengan suami dan anak2 bahwa Mba Ajeng butuh waktu “me time” untuk merefresh lelah dalam menjalani peran ini. Minta suami bekerjasama menjaga anak2 selama mba Ajeng “me time”
Lelah ini in shaa Allah, Allah ganjar dengan syurga. Memang berat peran Ibu, karena hadiahnya Syurga, kalau hadiahnya kipas angin pasti ga bakal ada yg minat. hehehe

2. Saya rasa indikator itu memang harus dikembalikan kepada keluarga. Karena ukuran keberhasilan tersebut nanti ditentukan oleh bunda dan mereka. Karena ini adalah ilmu keluarga, maka proses belajarnya akan melibatkan seluruh anggota keluarga, di dalamnya ada suami dan anak.
Boleh catat bersama-sama kemajuan apa yang ingin dilakukan secara bersama dengan anggota keluarga. Perubahan apa yang Bunda inginkan kepada suami
Perubahan apa yang suami inginkan kepada Bunda
Begitu pula anak-anak. Tanyakan kepada mereka hal apa yang mereka harapkan dari Bunda
Kebahagaiaan keluarga menjadi indikator utama. Jika Ibu bahagia maka seluruh keluarga akan bahagia.
Ayooo udah bahagia belum.. saya sih kadang sedih juga (*baper,.. ) hehehehe normal2 ajaahh hehe

9. Fiftarina Puspitasari_Singapura 
Tanya:
1. Berapa lamakah jeda dari tahapan2 di jenjang Ibu professional, misalnya dari matrikulasi ke bunsay, atau bunsay ke ke bunda cekatan? Apakah ada ‘break’ di tengah2, kalau Iya berapa minggu ?
2. Salah satu indikator keberhasilan adalah seberapa banyak ilmu Yang diserap dan dipraktekkan. Kalau, misalnya, setelah selesai tahapan bunda sayang tapi anak2 belum bertambah senang dididik ibunya (atau belum banyak perubahan positif), apakah sebaiknya re-take lagi kelas bunda sayang atau bagaimana?

Jawab:
1. Mba Rina. Matrikulasi berlangsung 9 minggu 
Lalu Wisuda dan paling cepat 3 bulan setelah wisuda kita akan masuk ke kelas bunda sayang, kelas akan berlangsung selama 1 tahun dibagi 4 cawu
Lalu menuju kelas Bunda Cekatan mohon maaf saya belum sampai Mba dikelas ini
Setelah menjalani kelas matrikulasi, Bunda-bunda akan masuk kedalam komunitas wilayah masing-masing. Dan disana in shaa Allah banyak kegiatan yang bisa diikuti.

2. Saya rasa Tidak perlu kembali ke kelas Bunda Sayang. Hehehe..😆😆😆
Mungkin ada yang salah dalam mempelajari dan menjalani pengasuhan ini. Ilmu itu beproses dan kita harus berprogress.. tentukan pencapaian-pencapaian apa yang ingin kita terapkan bagi keluarga. Jangan lupa untuk selalu komunikasikan dengan suami dan anak-anak. Segera praktek kan. Komunikasikan. IIP itu prinsipnya one bite at one time.. sedikit dulu dilahap, lalu praktek. supaya fokus.

10. Dhalifa Noor_Singapura 
Tanya:
Saat si ibu mengajarkan kepada anak suatu ilmu, tapi di saat yang sama ternyata ilmu sang ibu belum cukup, apa yang harus dilakukan?

Jawab:
Ahh ini saya banget Mba Dhalifah…
Tp Bagi saya pribadi sekali lagi2 Ilmu itu berproses. Apakah kita akan berhenti menyampaikan kebaikan meski ilmu hanya seujung kuku? Saya saat ini sedang menjalani kelas Bunda sayang, yang mana saya juga masih fakir ilmu dan sangat minim ilmu, satu-satu nya cara saya adalah ketika mendapatkan ilmunya saya segera praktek kan. Terutama kepada anak sendiri 😁😁😁
Dan dikelas bunda sayang nanti akan ada ada tantangan-tantangan serta project2 yang bisa dilakukan bersama Ananda. Ilmu menjadi terhenti kalau kita merasa berpuas diri. Jadi learning by doing ajah mba 🤗🤗🤗

11. Risma Abdul Karim_Arab Saudi
Tanya:
Ktika kita lagi dilema antara ingin fokus lebih ke menimba ilmu utk diri sendiri dan ingin berbuat kebaikan,apa yg hrs diutamakan,misalnya ada taklim hr kamis yg biasa didatangi,dan kita menyumbangkan fasilitas sarana,tp materi itu ga optimal diberikan krn ada faktor eksternal acara makan2dan bbrp tdk hadir sehingga hrs mengulang materi,sedangkan taklim senin kt tdk perlu menyumbangkan sarana dan tdk ada faktor external yg menghambat proses belajar,maaf kalau ini out of topic

Jawab :
Mba Risma yg rajin... 😉😉 apakah yg kamis ini adalah amanah yg mba Risma sudah sanggupi? Kalau tidak (hanya volunteer), dan mba Risma mulai kewalahan, silakan ditimbang lagi.
Kalau iya ini sudah menjadi amanah, lihat apakah mba Risma kewalahan jika menyanggupi dua taklim ini. Kembali pada indikator (adakah kewajiban lain yg lebih utama dan mulai terlantar? Apakah anak/suami protes?) Jika ada indikasi lampu merah/kuning, bicarakan baik2 dengan keluarga dan dengan yg memberi amanah.😀😀😀

12. Anya_Singapura
Tanya: 
Apa peran suami dalam tahapan belajar di IIP? Soalnya waktu membaca materi #2 yang saya tangkap suami hanya sebagai penerima/penilai dan bukan sebagai partisipan aktif dalam proses. Mohon koreksinya kalau saya salah ya..

Jawab:
wahh engga gt.. suami pasti punya peran disini.. suami bisa diajak untuk membuat family forum.. evaluasi per minggu, urutan2 yang direncanakan didalam keluarga. ajak suami berperan dalam project keluarga, contoh misalnya jadikan dia sebagai Supervisor, Ibu sebagai manajer keuangan dan konsumsi, anak pertama sebagai kepala project, dll Ini nanti akan ada materi dikelas bunda sayang, waktunya "menggeret suamiii untuk berperan serta disini.." hehehehee

13. Desi Pramudiwati
Tanya:
Saya mau nanya. Apakah Ada member IIP yang bekerja full time di luar rumah? Apakah Hal ini bertentangan dengan prinsip2 yang diajarkan di IIPp? Lalu apakah diskusi2 di IIP jg dilakukan pada saat jam kerja, jika iya bagaimana menyiasatinya bagi member yang bekerja?

Jawab:
banyakkk sekali.. IIP tidak pernah mengkotak-kotakkan peran ibu, baik ibu yang bekerja atau ibu yg berada diwilayah domestik. yg berada diwilayah domestik juga sama "B E K E E R J A" Semua ibu adalah ibu yang bekerja, mau bekerja di dalam rumah atau bekerja di luar, keduanya adalah bekerja. Tidak bertentangan sama sekali dengan prinsip IIP, IIP menganjurkan para ibu melakukan semua peran dengan sungguh2 🤗🤗🤗🤗 Kalau waktu sih, kondisional ya tergantung kelas masing2, cuma Kelas Luar negeri lah diskusinya siang bolong begini hahahah, kelas lain semuanya dimulai pukul 19.30 WIB - 21.00 (range waktu ini). dan resiko ibu bekerja, bila tidak bisa menyimak bisa manjat2 dan intip2 ke GC

14. Risma Abdul Karim
Tanya:
Gimana cara menibgkatkan kreativitas bundanya agar anak tdak terkesan sedang belajar yg menyebabkan kejenuhan,tkadang lebih ke nyuruh drpada berdiskusi utk melakukan sesuatu yg positif,tadi bu septi bilang jeda antara 5 min ya,ada yg pny pengalaman kah🙏🏼😬😬😬

Jawab:
saya menyiasatinya dengan mengajak bermain dan belajar diluar rumah, kita melakukan kegiatan outdoor, misalnya pergi ke bukit timah, nanti suruh kumpulin dedaunan, suruh amati kenapa daun tu beda2, selipkan Allah dalam komunikasi kepada anak. "Allah Maha hebat menciptakan bermacam2 jenis daun ya.." bisa lanjutkan diskusi sambil jalan jalan...

jadi anak merasa tidak dikuliahi dengan diskusi yg di ajak si Ibu yaa.. (eh ini cuma salahs atu contoh ajeee)

15. Yovita Ramos
Tanya:
Kalo sekarang udah ada yg masuk kelas bunda produktif dan bunda soleha belum ya? *maaf kalo terlewat..

Jawab:
Belum ada mba Yovita, yg paling jauh sedang di kelas Bunda Sayang jelang materi ke-12 (materi terakhir), setelah itu yg lulus akan melanjutkan ke tahap kelas Bunda Cekatan 🙏

16.Sari Putri Utami
Tanya:
ngomong2 soal bermain dengan anak, apakah semua permainan anak harus ada unsur edukatifnya/harus ada tujuan yg jelas? misalnya kita ajak anak main ke playground, haruskah kita selalu menimbang ada tujuannya apa engga ngajak anak main ke playground?..... sepele bgt prtanyaannya yah 😂😅

Jawab:
(maaf tidak terjawab oleh mba Dede, tapi terwakilkan oleh tanggapan teman2)

Wulan
Ikut sharing yg ini. Kl saya memilih untuk ga menimbang tujuan yg terlalu njelimet, mb.. 🙈

Dulu pas anak pertama masih kecil, suka kebanyakan liat teori. Udah kasih stimulasi buat kognitif kah, motorik halus kah, motorik kasar kah?
Trs lama2 kok ga enjoy. Mau main mikir dulu ud tepat apa ga. Padahal yg lebih penting adalah mereka enjoy permainannya atau kebersamaan kita sama mereka. 
Saya akhirnya memilih untuk sesekali aja ngecek buku tumbuh kembang, liat kira2 mana yg kurang banget stimulasinya dan dicoba lain kali. 

Jd pertimbangan kl main cuma hal2 umum seperti : ok buat saya/ga (misal kl harus siaga, sayanya sanggup/ga), cuaca ok/ga, mereka sehat/ga, dan pertimbangan semacam ini

Geta
Samma....anak 1 agak ribet. Byk khawatir, tinggi ekspektasi. Anak 2,3 lbh nyantai alhamdulillah. #tpsampekebablasan🙈

Desi Pramudiwati 
Setuju mbak..saya jg jadi ga enjoy..terus skrg saya siasatinya beli mainannya yang edukatif aja yang membuat anak melakukan sesuatu bukan cuma liat Mobil kelap kelip misalnya..jd krn mainannya Ada unsur edukatifnya semua jadi udah ga mikir lagi..insyaallah ada unsur belajarnya

Rina
Mgkn jg ya lbh penting adalah waktu bermain itu adalah waktu2 anak feeling connected sama orang tua nya, mgkn Kalo istilah nya IIP ‘membersamai anak’ ya? Cmiiw.

Desi
Betul mba setuju, jgn sampai Kita cuma nemenin anak main tapi pikiran Kita kemana2, anak jg ngerasa lho misalnya Kita ga fokus *pengalaman pribadi 😁

Dieni
Aduhh saya ga nemu resumenya, tapi dulu pernah dijawab bu Septi ttg ini di kulwap IIP non asean.
Kira2 begini, kata bliau, main sama anak itu ga mesti terstruktur, tapi perlu main dengan serius.
Membersamai anak, bukan sekedar bersama anak.
Kapan2 kalo ketemu resumenya yah insyaAllah sy share lagi 😅

Comments