Biarkan Anak Saja!

Never help a child with a task at which he feels he can succeed. 

Quote di atas cukup membuat otak berpendar. Sekali baca, ah biasa aja. Mudah toh? Biarkan anak melakukan pekerjaannya. Dibaca lagi, dihubungkan dengan konteks nyata. Apa iya mudah? 

Semudah menumpahkan air dari gelas ke gelas? Nyatanya, kadang sabar tak semudah membalik gelas. Malah amarah yang lebih cepat menyalip muncul di permukaan. Iya, apalagi keadaan mendukung dengan perut ibu yang lapar, shalat yang dikejar-kejar, mandi yang hanya jadi mimpi sementara anak terus aktif beraksi. Ehm, curcol mams? 

Dan sejak anak kecil di rumah bisa keliling, tumbuh bisa memilih, semakin sadar bahwa membiarkan anak melakukan apa yang ia rasa bisa ia lakukan itu.. Perlu perjuangan. 

Perjuangan menahan mulut untuk tidak komentar, tahan nyela ketika gatal mau banget membenarkan air yang keluar melenceng dari gelas tuangnya. 

Perjuangan menahan diri melihat prosesi memakai baju berkancing yang jadi molor, memakan waktu sekian menit. Yang aslinya bisa selesai dalam 2 menit jika tangan kita yang bergerak. 

Perjuangan menyabarkan teman-teman atau saudara yang kerap senang hati membantu memakaikan sepatu batita. Padahal ia bisa sendiri -bahkan kadang memang lebih suka usaha sendiri dan marah kalau dibantu. Walaupun ujung-ujungnya harus tetap turun tangan saat kebalik kanan-kirinya.

Perjuangan tebal muka saat sudah dikasih tau bahwa sepatunya terbalik plus sudah ditawarkan untuk dibenarkan, tapi malah menolak. Keukeuh maunya terbalik. Akhirnya jalan-jalan dengan sepatu terbalik.. Celana yang mau dipakainya terbalik.. Bahkan jilbab bergo Mama-nya yang dipakai keliling sore. 

Tak kalah utamanya, perjuangan menyediakan waktu mengajarkan tata cara melakukan ini-itu. Hal remeh yang kadang terpinggirkan. Menyontohkan penggunaan resleting. Memakai kancing. Menjeda lipat baju dari jemuran demi peragakan cara melipat di depan mata penuh ingin tahu batita. 

Tapi ya, tak ada yang sia-sia bukan? Seringkali memang dihinggapi kesal karena waktu yang sempit dan pekerjaan yang bertumpuk belum usai. Tapi, bukankah di hari-hari kedepannya anak-anak kita tak hanya butuh kepandaian matematis untuk menjalani dunia? Tak melulu tentang pintar pelajaran sekolah. Masa depan membutuhkan kemandiriannya. Dan kita, orangtuanya yang mampu turut andil mengupayakan anak yang mandiri itu ada.

Mungkin oleh sebab itulah, salah satu negara Eropa menetapkan syarat bisa memakai sepatu bertali bagi anak yang hendak masuk SD.  

Kalau pertanyaannya kenapa harus dibiarkan anak mengerjakannya.. 

Tahukah, bahwa kepercayaan diri itu hadir dalam titik yang lebih tinggi saat ia bisa melakukan sesuatu. Bahkan, saat masih tahap 'ia merasa bisa melakukan sesuatu'. Dan intervensi kita, orang dewasa yang kadang mengacaukan ekspektasinya, adalah salah satu peluang meruntuhkan kepercayaan dirinya. 

Pun, ketika ia merasa bisa melakukan sesuatu, semangat mengusahakan yang terbaik itu akan hadir, jauh dari dalam dirinya. Bukankah itu motivasi paling ampuh; yang hadir dari internal jiwanya, jauuh lebih baik daripada motivator kelas kakap. Lebih jitu daripada sorak sorai pemandu pinggir lapangan, ibarat kata dalam pertandingan. 

Sebab itu, dengan jeli Maria Montessori menuangkan hubungan antara motivasi, kemandirian dan kepercayaan diri dalam kalimatnya yang tertera di awal tulisan ini.

Jadi bu, sungguh dalam tiap kesempatan yang diberikan pada makhluk mungil itu, ada proses bertumbuh yang mungkin baru bisa dinikmati buahnya beberapa tahun lagi. Dan stay cool, slowly but sure. 

Bisa jadi, mungkin ada bonus kelakuan mandirinya yang menghibur hati, saat ia bisa memenuhi kebutuhan minumnya sendiri dengan menuang gelas dengan hati-hati. Atau, ketika ia sudah bersiap menunggu rapi dengan sepatu depan pintu sementara kita masih repot mengabsen perlengkapan pergi. Atau sigap memberi tissu pada adiknya yang menumpahkan remah makanan.

Ah, Akan tiba masanya. InsyaAllah.

Cairo. 6/2/2017

Menulis itu utamanya untuk diri sendiri. Sambil berbagi, barangkali ada teman yang sehati. Mengeratkan tali yang menguatkan hati.  
#Odopfor99days

Comments