Mengingat Kampung Halaman

bagaimana rasanya jatuh?

bagaimanapun, yang pasti, baik jatuh maupun tegak -pun melayang- adalah satu kesatuan proses hidup; hidup yang berkehidupan, selalu hidup dan menghidupi. sebab ia proses, menjadilah ia niscaya. harus dilewati dan pasti akan terlewati. yang menjadi perkara bukan ia, tapi 'kita' -'saya'-, bagaimana menjalani ia yang akan berlalu tersebut. melalui rangkaian proses tadi.
dan sebab ia proses, maka akan selalu ada akhirnya, tujuan yang akan menjadi stasiun selamanya. disanalah, proses menentukan akhirnya; syurga, atau neraka.

ya, dan mengurai ingatan tentang kampung halaman selalu memantik percik-percik baru. penuh nuansa istimewa yang khas. sentimentil, tetapi menggugah. momen melankolis yang -harus berusaha dijadikan- lestari.

kampung halaman saat ini, dunia Indonesia. Pulau Jawa, bagian barat : Depok.
mengingatnya berarti turut serta melayangkan ingatan pada rumah tepat di sebelah area perkuburan, di dalam gang kecil. juga mengingatkan sosok-sosok istimewa yang senantiasa berusaha berpendar, meski sederhana. sebab kata sang pemimpin yang terngiang adalah, khairunnas anfa'uhum linnas. sosok-sosok yang kini sedang tak bertemu raga, namun berpaut jiwa.

kampung halaman sebenarnya, akhirat. entahlah, bagian mana.
yang pasti selama masih berada di dunia, yang bisa disematkan dalam rapalan doa adalah, semoga Allah mengizinkan syurga menjadi alamat selanjutnya.
mengingat kampung halaman ini, rasanya menggigil, sebab semerta terlintas slide dan slice bertahun-tahun ke belakang. tentang hari-hari yang tak mungkin dikembalikan dan akan sempurna ditampilkan dalam bioskop termegah bernama padang mahsyar. tanpa editing, tanpa daya intervensi. tanpa sempat interupsi. (yeah, tak luput pula posisi saya berkata-kata di postingan kali ini:|)

Ya Aziiz.. mendadak menggigil. menciut.

sungguh, menghadirkan deskripsi akhirat selalu membawa sensasi luarbiasa. tanpa euforia. euforia atas dasar apa? amal? kekuatan? ilmu? cantik? jabatan? kaya? sedang Dia -Yang Memiliki Segala- siap memisahkan nyawa dari raga kapan saja. sedang Dia mampu dalam jenak milidetik membuat fana. sesap dalam sekejap.

benarlah kekata Ummu Darda saat seorang penduduk Damaskus mendatanginya, dan memulai kesah tentang penyakit tanpa obat yang mengakar dalam hati yang membuatnya kian mengeras kian hari : "lihatlah pekuburan, dan saksikanlah mereka, jenazah manusia". Ya, -seringkali- jenguklah pekuburan, saksikanlah mereka yang dijemput kematian. Wallahi, menjadi jenazah adalah satu bagian dari rangkaian proses yang takkan terelakkan. fa kafaa bil mauti wa'izha, wahai jiwa..

entah hari ini, esok atau lusa, kita akan kembali kesana; kampung-kampung halaman itu. maka selalu, bersiaplah untuk kembali pulang; tanah air indonesia ataupun kampung halaman akhirat nan abadi.

14 Shafar 1433. 8 Januari 2012. Ahad.
bersama al-Ustadz Muhammad Ahmad Rasyid dalam ar-Raqa`iq. ..nisyan al-maut awwal al-inhiraf, melupakan kematian ialah awal segala penyimpangan..
lantas tergelitik dengan salah satu istilahnya, madrasah al-maut.

Rabbanaa, inna nas`aluka husna al-khatimah wa na'udzubika min su`u al-khatimah.. 

Comments

Post a Comment