Hujan. Salah satu komponen hidup yang semerta mampu menjadi transportasi kematian. Wasail hayat, wasail mamaat. (tercenung usai berseru, "aiih, hujan lagi.. horee..")

Skip to main content

Search This Blog

Hujan. Salah satu komponen hidup yang semerta mampu menjadi transportasi kematian. Wasail hayat, wasail mamaat. (tercenung usai berseru, "aiih, hujan lagi.. horee..")

January 15, 2011

Get link
Facebook
X
Pinterest
Email
Other Apps

Get link
Facebook
X
Pinterest
Email
Other Apps

Comments

Post a Comment

Popular Posts

Wisuda Berkesan

Tepat usai acara Wisuda Khirrij (Alumni) Al-Azhar tahun 2011, yang paling mencuat dalam diri saya ternyata bukan gelegar motivasi untuk segera lulus, seperti yang tergambar dalam status teman-teman selain wisudawan/wati di jejaring sosial. Bukan juga harap-harap cemas mendambakan kesempatan bertengger di atas panggung kebesaran dengan gelar wisudawan/wati terbaik sambil beruluk kata beberapa menit. Bahkan sekedar maju naik ke atas panggung untuk menjalani prosesi penyerahan piagam kelulusan plus pengalungan medali oleh rektor beserta petinggi universitas dan kedutaan pun bukan keinginan menggebu. Yang pertama, terkait kelulusan. Namanya pun sekolah, atau bahasa kerennya setelah naik tingkat menjadi mahasiswa; kuliah, biasanya memang menyisakan satu ujung bernama kelulusan. Berapapun jangka waktu yang ditempuh untuk kuliah, tetap ada satu ujung bernama kelulusan di sana. Kecuali bagi beberapa orang yang tidak diizinkan mendapatkan kelulusan tersebut atau memilih tidak mengambilnya. L...

Bercahayakan Saudara

adalah kau; yang bernafasnya menjadi gertak hangat pun semangat dalam nadi yang bertumbuhnya membuat semestaku berbinar yang bergeraknya menciptakan pelangi hari tanpa hujan tak di sisi yang bersuaranya melantakkan ragu dan skeptisme jiwa yang berserunya membawa tegar dan teguh langkah kian kukuh yang berbahagianya selalu mengawali riang sepetak ruang rasaku yang berkilaunya adalah aku. yang bercahayanya adalah aku kemudian kita. adakah kau disana? merasa-rasa; sampaikah semilir rindu yang kutiupkan tiap pagi? semenjak kuncup muncul hingga merekah lebar, bungaku hanya kau. tak pernah berganti seiring bulan beranjak sabit ataupun purnama, bungaku hanya kau. berbungkus cinta yang kadang tertawa atau berurai airmata; bagaimanapun, bungaku hanya kau. dan, terdengarkah olehmu rintik yang menyapa? "Selamat menetap dalam tamanku; taman tempat tangan berupaya menggapaikan langit untuk jiwa, tempat kaki melangkahkan seutuhnya nyawa menuju tatapmuka-Nya." (untuk 'kau': kalian,...

duka purnama

: purnama yang mengaku retak Katamu: Aku dan dia, kita bintang kejora kala bersama bersinar kian terang. jika berpisah akan kian berpijar dan memancar. Katamu: Langit kita tetap satu, kalaupun aku di kota, dia di belantara, atap kita tetap sama ; langit semesta. Lalu, waktu mengubur katamu. meletakkan purnama, yang kau lihat tiap tengah bulan, dalam retak. Aku mengurut dada, menjadi saksi kau yang tergugu. Lalu, katamu: purnama itu retak sudah. Kau-lah yang menangis dalam temaram, mengawasi langkah-langkah purnama di langitmu menjelma sabit tetap dalam diam di kejauhan. ; ia tinggalkan kau tanpa salam dan kalam. Mulutku memang membisu saat itu, mbak.. tapi pundi-pundi doaku selalu untukmu. Retak mungkin akan selalu meninggalkan jejak, tapi kau selalu kuat; tetap berjalan bersisian dengan tegap. (dear Sist.. you always have that tears; the tears of spirit. it is sick, but it says to me that you can pass it well..) 21 Oktober 2010 malam, hampir purnama.

Powered by Blogger