Aida merengek minta makan. jarang-jarang nih.
Siang jelang sore, saat matahari sudah condong. Jelas bukan
waktunya makan, apalagi kami baru saja menyelesaikan makan bersama sejam lalu. Permintaannya
berbalas kerutan dahi mamanya.
“Lapar”, katanya sambil memilin ujung kaos. Sambil menarik
nafas berat, kami menuju dapur. Beberapa hari ini, adegan serupa terjadi
berulang kali. Persis, mamanya juga akan mengulang pertanyaan yang sama. “Kakak
mau makan pakai apa? Lauk kita sudah habis.”
Kali ini, dengan upaya keras menahan nada suara tetap biasa.
Padahal ada geram menggelayut di dalam sana. Andai neneknya di sini, agaknya sudah
terbayang reaksinya melihat keberatan ibunya atas permintaan makan si cucu. Kenapa
sih, apa susahnya tinggal ceplok telor. Beres. Atau, sudah, masih mending anak mau
makan.
Hanya saja kali ini ada satu penyulutnya.
Pasalnya, akhir-akhir ini si kakak sedang senang sekali
menghabiskan lauk tanpa sayur, dan nasi. Sebenarnya selaku mamanya, saya juga
nggak selalu saklek dengan nasi. Cuma keberadaan karbohidrat harus ada, entah
nasi atau teman penggantinya seperti macaroni, kentang dst. Dan mencoba
beberapa penggantinya pun enggan.
Awalnya, saya membiarkan sekali dua-tiga kali. Ah, mungkin
sedang bosan memang. Tapi lama kelamaan, kebutuhan suplainya menuntut diperhatikan.
Tawar-menawar lima suap, kadang tak berhasil juga. Dan, ujungnya di kesempatan
luar kelaziman dan kondisi tak mendukung, ia meminta makan. Seperti jam 11
malam. Di saat matanya pun sudah tinggal berapa watt saja. Atau, jelang subuh
dini hari buta.
“Jadi gimana kak? Hanya ada ikan asin”, -yang sudah ditolak
tadi-, batin saya sembari menatap lurus sejajar di matanya.
Aslinya nggak tega melihat si kakak turut minta suapan bubur
adik yang baru saja bangun untuk makan siang. Dalam prosesi menyuapi adik,
sesekali saya menyuapi kakak sekalian karena ia meminta. Padahal biasanya ia
kerap menggeleng kala ditawari makanan adik yang tawar. Kurang garam,
protesnya. Mungkin kali ini sudah kadung lapar benar.
Kasihan sih… Tapi aturan jelas sudah sounding berhari-hari,
di setiap jam makan yang disitu si kakak mulai melahap lauk nya tanpa nasi dan
sayur: tubuh butuh sayur dan nasi juga, dan makan lauk saja tidak cukup. Kalau habis
berarti ya sudah habis, tak ada lagi porsinya. Memejam menguatkan hati,
mengulang ingatan step setelah aturan jelas adalah, tentang TTSK; Tegas-Tega-Sabar-Konsisten.
“Tadi kita sudah makan ya. Tapi sekarang kakak masih lapar?”,
tanya saya membuka perbincangan lagi.
“Iya. Lapar”, jawabnya sambil ragu melihat mamanya yang
datar.
“Hmm, kira-kira kenapa ya? Coba kak, apa yang bikin masih
lapar padahal sudah dihabiskan semuanya?”
“mmm… karena makan lauknya aja. Nggak makan nasi, Ma”,
katanya pelan.
Dalam hati, payah sekali menahan kesabaran agar mulut tidak langsung
mengeluarkan kata Tuh kaan makanyaa… Sabar buuk, bicara sama anak kecil
memang perlu agak panjang, jauh lebih mudah menyembur kalimat demi kalimat
kekecewaan sih, tapi rasanya ada pelajaran yang bisa diambil saat membiasakan
diri berdiskusi dan Tanya jawab dengan makhluk imut ini.
“Jadi gimana ya biar nggak terjadi lagi?”
“Dimakan nasinya juga”, oke oce, anak kecil di depan saya
ini ternyata jauh sudah tumbuh besar.
“oke, jadi pelajaran kita ya. Makan dengan nasi dan
sayurnya, bukan lauk saja. insyaAllah ini ikhtiar kita biar badannya tetep
sehat, karena Allah kasih untuk dijaga. Ya?”, keluar juga ceramahnya. Ah kayaknya
besok-besok kalau ada kolom hobi di biodata apaa gitu, emak-emak wajib ngisi:
bicara panjang x lebar x tinggi alias ceramah, wehehehe… walaupun pasti
ujungnya ngeles, kan demi kebaikan. Iya kan kan?
Drama siang itu diakhiri dengan toss, lalu beranjak ke dapur
ambil piring serta nasi.
Urusan makan, yang kelihatannya remeh itu, bisa jadi bahan
pelajaran bertanggung jawab atas konsekuensi, serta memupuk sikap menghargai
apa yang Allah beri di hadapan. Berharap,
semoga dari situ tumbuh subur sikap sabar dan syukur.
sebab hidup bukan tentang makanan isi piring; lebih tentang sabar dan syukur
Eh trus si kakak makan pake apa dong, Mam?
Nggak, kami nggak bikin telur, apalagi ayam –kelamaan kaliye
kalo nunggu ayam mateng-. Makan lahapnya si kakak siang itu berhasil dengan
ikan asin sepotong. Dan nasi yang dua kali lipat. pas ditanya lagi, enak nggak
ikan itu? Ia bisa menjawab yakin, enaaak ☺
\alhamdulillah.
Mb wafy adenya Aida cwe apa cwo?
ReplyDeleteperempuan juga mbak, duo gadis di rumah. Sama ya mbak ? ;)
Delete