Catatan untuk Masa Penantian

Malam ini, demi mencari onggokan ide yang bersembunyi entah dimana, saya mulai membongkar folder pribadi di memori laptop. Alih-alih menemukan list ide yang biasa saya buat saat darurat ide sekelebat, yang menarik pandangan mata malah judul file berikut; asking-list taaruf.

Kening saya lantas berkerut, diikuti mata yang memicing mencari sejak kapan kiranya file model ini nyasar ada di folder pribadi. Mulai membaca isinya, makin besar tanda tanya: saya-kah yang membuatnya pada 2011 lalu?

Menuruti baris demi baris pertanyaan, lama-lama saya makin yakin, bukan saya yang membuatnya. Semakin terang saat di penghujung pertanyaan no. 50 –iya, LIMA PULUH- , ditemukan keterangan (dikopi dari kakak kelas bla bla) .  

Setelahnya, mesin pencari kenangan dalam otak saya mulai bekerja. Kalau saya pernah punya, dan pernah baca list pertanyaan panjang yang super lengkap ini, berapakah pertanyaan yang benar keluar dari mulut saya saat proses menuju pernikahan? Setidaknya, adakah sepersekian persen yang sempat terlontarkan? Sayangnya, jawabannya seperempatpun tidak sampai. Maaf ya asking-list, ternyata kamu belum kepake sama aku *dadahcantik.

Bukannya nggak kepo, saya pasti kepo-an banget orangnya. Cuma untuk urusan satu ini, ada beberapa hal yang saya stabiloin (oh toloong bahasa apa ini ya) buat diri sendiri.

1.    Jangan beri ruang toleransi diri melangkah lebih jauh sebelum  waktunya.
Paham dengan karakter penasaran yang bercokol dalam diri, akhirnya saya tiba pada kesimpulan; mungkin saya sendiri yang harus kasih batas hal apa saja yang harus saya tahu. Sisanya, ada yang ngatur. Iya, itu Tuhan kamu, Tuhan saya juga.

Kalau menuruti rasa ingin tahu, selalu ada jalan untuk kepo. Dan jalannya nggak selalu bisa dibenarkan. Apakah kalau sudah tahu rasanya diperlakukan manis saat jalan berdua, bisa menjamin sikapnya  nggak akan berubah? Ah. Coba lihat lebih romantic; adakah yang lebih manis daripada tangan yang digenggam erat oleh mata penuh ketulusan, milik seorang kawan hidup yang bahkan baru bersama? Mungkin, saat itu kelak matamu terpana terma ‘menerima tanpa banyak syarat’.
Jadi, apa gunanya terburu mencicipi getaran hati hasil laku istimewanya untuk kita, tanpa ada jaminan bersama ke syurga di saat yang sama?

2. Takdir sudah menuliskan nama jodoh manusia. Maka, cara kita menjalani proses demi prosesnya jauh dan jauuh lebih penting daripada gempita tanya siapa dia dan sedang apakah dia.

Mungkin ini kekolotan yang sudah semestinya usang. Tapi justru pada titik inilah saya menemukan jawaban atas kegusaran perbincangan sesama kawan tentang pasangan. Percayalah, Allah sudah menenukan pasangan kita –bisa jadi di dunia atau kelak hanya ada di syurga-. Perkara paling utamanya tinggal, kita yang harus menentukan cara menjemputnya. Apakah dengan mengobral masa dengan angan kosong tentang khayalan andai-andai, atau dengan mulut yang berbusa berkata cinta pada sesiapa, atau dengan raga yang tunduk pada semangat jiwa giat bermanfaat. Dan yakinlah, proses takkan terkhianati hasil. Wamal jazaa`ul ihsan illal ihsan?

3.       Yang terbaik adalah yang Allah gariskan.

Bukan yang saya inginkan, dia inginkan, atau mereka inginkan. Sebab keyakinan tunggal akan hal terbaik itulah yang akan melantakkan keberanian untuk mencoba melanggar. Juga meluruhkan kelebihan percaya diri akan anggapan ‘benar, ini pasti pasangan saya’. Juga menyadarkan selalu bahwa hanya lafadz akad mitsaqan ghalizha yang menjadikan status seseorang jadi pasangan kita. Rasa yakin yang kelak menjaga jalan penantian nan panjang aman dalam koridor ketaatan. 

Ah, kenapa jadi bahas ini ya? Mungkin, sekumpulan resah melihat adik-adik kesayangan-lah yang memanggil tulisan ini hadir. Sungguh, Cuma cinta yang saya punya saat melihat jiwa-jiwa fitrah berjuang bertahan di tengah tarikan gejolak masa penantian. Mungkin sulit, tapi kelak layak dikenang menjadi pengorbanan manis di jalan menuju-Nya. Wallahul musta’an, adik-adik sayang…



Kairo 2016. 25 Februari. 

p.s : Catatan untuk Masa Penantian #1 mungkin? :D

Comments

  1. "adakah yang lebih manis daripada tangan yang digenggam erat oleh mata penuh ketulusan, milik seorang kawan hidup yang bahkan baru bersama?"
    Ahh indah bangeet sampe mo nangis. Ngga ada mams ngga adaaa ini udah romantic pollll banget huhuhuhu.. ngapa sedih banget baca ini. Apakah ini yang dinamakan baper?wkwkwk
    Mamih is always awesome yo!

    ReplyDelete
  2. "adakah yang lebih manis daripada tangan yang digenggam erat oleh mata penuh ketulusan, milik seorang kawan hidup yang bahkan baru bersama?"
    Ahh indah bangeet sampe mo nangis. Ngga ada mams ngga adaaa ini udah romantic pollll banget huhuhuhu.. ngapa sedih banget baca ini. Apakah ini yang dinamakan baper?wkwkwk
    Mamih is always awesome yo!

    ReplyDelete

Post a Comment