Berharap (tetap) Waras

Iya, mungkin ini seperti lebay.

Honestly, saya cuma mau nulis tentang cerita ibu-bapak rumah tangga, -bukan saya, kayaknya- biasa dengan libatan kerjaan serta tuntutan hidup.

Sang ibu mungkin layaknya jutaan-milyaran ibu lain yang dari pagi sampai pagi lagi berkutat dengan aneka tugas domestik, mulai dari cuci piring dan baju -awas nggak boleh dicampur-, jaga plus main plus belajar sama anak, masak buat makan keluarga, -kalau lagi rajin dan sadar akan perkara jajan makan di resto akan merusak mata.. mata pencaharian--kalau lagi khilaf mohon maaf dengan senang hati jadi pelanggan warung sampai resto-. Oh ya tentunya urusan suami juga jangan lupa, kisaran stelan kerja atau perihal dasi yang selip dimana, atau kaus kaki yang numpuk kotor minta dibuang, eh dicuci. Atau bekal ngantor yang terburu-buru disiapkan. Apalagi ya, aha! Mungkin termasuk jadwal cek ratusan percakapan dunia maya dari berbagai grup. Belum lagi notifikasi aneka ragam sosmed.

Sang bapak, juga tak jauh dari tipikal umum bapak lain di belahan dunia. Pagi sarapan, siap-siap ke kantor lalu berangkat setelah say hi dengan anak yang setengah sadar dari lembah tidurnya. Mengalami lingkaran setan berupa kemacetan dan riuh tin-tan-tin-tun klakson kendaraan. Tiba di kantor dengan sambutan manis; tumpukan kerjaan dan tekanan atasan, serta budaya sikut-sikutan antar pegawai. Diselingi buka jendela percakapan dunia maya yang ternyata isinya kadang bikin menyesal sudah terlanjur dibuka. Lalu waktunya pulang, dengan kemacetan yang tak kunjung berubah dari masa ke masa. Sampai di rumah, bertemu lagi dengan anggota keluarga, lalu makan dan lanjut rehat.

--
Rutinitas harian mayoritas khalayak ramai. Meski kadang diselingi janji main keluar bersama kawan atau jeda berkreasi, nampaknya nggak jauh melenceng dari alur di atas. Tentu ditambah jadwal ibadah rutin ya.

Standar itu mah, mbak.. Begitu mungkin komen yang terlintas. Iya sih, ya.. Tapi berapa banyak dari ibu-bapak rumahtangga yang bersih dari stress -baik ringan pun berat-? Belum lagi misal anak sedang wonder weeks yang bikin harus berlipat sabar. Belum lagi peristiwa mobil mogok, misal. Belum lagi tetangga yang kadang kurang kompromi. Ah ah. Hidup benar perjuangan ya.

Di luar segala kemungkinan sebab stress dan kebosanan tingkat nasional di atas, saya tetiba disadarkan bahwa, memelihara hubungan asik dengan pasangan itu seperti, mmm cokelat manis yang melelehkan, atau kripik cemilan gurih yang merenyahkan. Capek dan lelah adalah wajar, karena kita bukan superman dan wonderwoman. Nggak lantas hilang dengan ngobrol bersama pasangan, tapi seperti mempertahankan daya diri untuk bertahan.

Semacam, obat waras bersama. --Yakali emang sampe gila apa yak? Wkwkwkk... Nggak segitunya sih, tapi ya begitulah. Dan untuk itu, perlu banyak upaya untuk mengusahakannya. Perlu banyak usaha untuk mengupayakannya. Yaampun itu mah cuma dibolak-balik yah..

Buat saya, mungkin salah satu obat waras itu semacam, membiarkan hal remeh sesekali hadir. Barangkali percakapan usai makan malam berikut bisa jadi contoh;

Ibu : Aaaa, ini ada iklan dibuka pelatihan hijamah, bekam. Ikut nggak ya, seru kayaknya ya bisa tau tentang kesehatan sekalian..

Bapak : JANGAAAN ! Nggak usah

I : Lah kenapa?

B : Bapak aj nggak mau dibekam kalau sama Ibu, sih.
Apaan, pegang pisau aja suka pletat pletot mencong. Itu kan jarum

I : Iya, tapi kan ada belajarnya, sambil praktek juga.

B : Ah nggak lah, jangan. Nanti kalau tiba-tiba iseng ukir nama orangnya pas lagi nusukin jarum gimana? Udah ah, i know you. Nggak usah itu mah

I : (*mikirkeras. Emang segitunya kali iseng si ibu, sampe kepikiran mau nulis nama orang pas lagi eksekusi bekam? )

Tapi kan mau punya keahlian juga, masa aku nggak bisa apa-apa..

B : Cari yang lain aja ya, ngeri kalau Ibu urusannya sama bekam, ada jarum gitu-gitulah. Jangan.

I : *misuh misuh sambil ketawa* Serasa kayak orang paling apaaa gitu, suami sendiri aja gitu.. Haha

B : Hahahaa, bukan apa-apa, tapi tetep sayang istri kok :p

Sekian. Percakapan di atas fiksi belaka, meski based on true story. Tokoh sengaja disamarkan demi kebaikan bersama *baiklah ini emang alasan belaka 😂.

Oya tapi tentu saja, setiap orang punya style sendiri. Maka setiap pasangan punya gayanya sendiri. Satu yang pasti adalah, di luar semua cara bertahan yang aneka rupa, 'obat waras' nomer wahid hanya kembali pada Sang Maha Kuasa. Ibadah dan sabar itu kunci pertolongan, bukan? Memang iman, yang akan membuat (kembali) tegak segala persendian, meski halang rintang di hadapan. Yosh, ganbatte ibu-bapak sedunia, selamat berpesta pahala! 💪 😊

❓Nah, itu versi saya... Bagaimana dengan Bapak-Ibu pemirsa sekalian? (:

Dibuat khususnya untuk mengingatkan diri sendiri, emak rempong yang berbahagia dengan Tuhan beserta anugerah-Nya.

Medio January, finished akhir bulan setelah tersadar lama meninggalkan rumah maya. 2016

Comments