Seketika tentang Ibu

Terbuat apa dirimu, ibu?
Aku terpatah-patah menelponmu, bicara dengan setengah suara tercekat. Hampir roboh bendungan mataku. Sementara kau ringan saja menyapaku: apakabar anakku? bagaimana harimu? lancarkah urusanmu?

Lebur sudah gulana.

Tadinya aku terbirit meminta: Tuhan, berikan koneksi yang memadai untuk kali aku mengkhawatirkannya banyak-banyak. Khawatir kau remuk di atas kabar kesehatan Ayah yang merenta.
Kau lancar saja saat bercerita keadaan Ayah, mengakrabinya bagai hawa sehari-hari. Tak terkecuali di bagian rencana operasi.
Terbuat dari apa kuatmu, Ibu?

Ragamu juga. Cemas menanti diagnosa dokter akan Ayah, diselingnya aku dengan satu cemas lagi. Kabar tubuhmu, Ibu. Sesak asma kambuhan yang kami rekam sejak dulu,ditambah hampir genap 2 pekan berjaga di pintu bernama ICCU di rumah sakit itu. Kau justru bercerita riang, sehabis pulang melepas rindu sejenak dengan si bungsu, lalu sesaat kemudian melangkah lagi ke tempat dudukmu di seberang rawat inap Ayah.
Teguhmu, dari apa ia menjelma begitu, Bu?

Aku tergeragap mendengar nada biasamu. Tak adakah penat menggelayut? Ah, tak mungkin penat tak singgah. Hanya saja aku tahu, kau tak akan menyerah begitu saja padanya. Seperti kau tak menyerah melipatgandakan keyakinan; rizki-Nya adalah ketetapan.

Menggigit bibirku di tiap jeda bicara. Sebab aku tak mampu bahkan untuk sekedar menggenggam tanganmu, menelagakan diri menampung sedikit lelahmu saja tak kuasa.
Jarak ini Ibu, yang memaksaku membuktikan cinta dengan gaya berbeda. Bukan dengan hadir raga.

Percaya padamu,anak-anakku, katamu selalu itu.
Mengapa seringan, selapang itu, Bu?
Aku bersikeras dengan tanyaku, selalu -seperti yang kau tahu-.
Proses, sayang. Jalani ia dan jadilah dewasa sebenarnya..

Akhir kataku, lagi dan lagi ; terbuat dari apa segalamu, Ibu?

(memo mini. 7/6/2012)
Ayah: Allah mudahkan untukmu segalanya, Daddy. InsyaAllah.
Ibu: cukuplah Allah menjadi satu-satunya sandaran. Ya, Mam?

Ayah-Ibu: izinkan kami belajar menjadi pribadi yg hidup dan menghidupkan. Seperti kalian. Yang hanya menatap akhirat sbagai satu-satunya tujuan dan kekekalan.
ربنا آتنا في الدنيا حسنة و في اﻷخرة حسنة وقنا عذاب النار..

Comments

  1. *menggenang* Berjuta doa melampaui raga yang tak mampu bertemu raga. Semoga Allah meridhoi Ayah, Ibu dan kita. Semua. :-*

    ReplyDelete
  2. *menggenang* Berjuta doa melampaui raga yang tak mampu bertemu raga. Semoga Allah meridhoi Ayah, Ibu dan kita. Semua. Selamanya. :-*

    ReplyDelete
  3. barakallahu fiikum..


    syafahullah ya Fy..

    ReplyDelete
  4. inna ma'al 'usri yusra fa inna ma'al 'usri yusra..
    hold on.. to pray harder,to be wiser
    syafahullah

    ReplyDelete
  5. syafahullah, kakak shalihah..

    haru.
    jika ayah, ibu, keluarga, telah mencukupkan Allah sbg penolong, dan hanya menatap akhirat sbg satu2nya tujuan dan kekekalan,
    maka kabar gembira bagimu, kak,
    krn tak ada lagi hal yg perlu dikhawatirkan..

    ReplyDelete
  6. syafahallaah, kak.

    hidup-menghidupkan, aamiin. :)

    ReplyDelete
  7. Zidna, Ifah, Afra, duo-Za (eliza&izzah) : juziitunna khairaa. Dan tiadalah balasan bagi kebaikan kecuali kebaikan pula --> for u all, dear..

    ReplyDelete
  8. Syafahullah ka wt ayah nya..
    semoga allah memberi kesabaran untk keluarga kaka..:-)

    ReplyDelete

Post a Comment