Merindu Ramadan

Merindu Ramadan –detik Syawwal 1432 H

Apa kesan yang melekat padamu usai kepergian Ramadan?

     Pertanyaan singkat tersebut terlontar dalam satu kesempatan melingkar dengan seorang ibu berkebangsaan Mesir, tercatat pada Syawwal tahun kemarin. Duduk bersama dalam jenak yang singkat namun padat muatan. Jujur, pertanyaan tersebut bukan susah dijawab, terlampau bebas dan mudah malah. Namun kelu sekali lidah saya untuk mulai berbicara. Perkara bahasa? Mungkin, ya. Tapi sebenarnya bukan sekedar masalah bahasa; ada hati yang bergeliat malu pada tamu istimewa bernama Ramadan atas penjamuan yang terlampau biasa pada momen kedatangannya yang hanya sekali tiap tahun.
     Melihat kesulitan saya memulai, redaksi pertanyaan diubah sedikit oleh beliau menjadi; bagaimana Ramadanmu kemarin? Apa saja yang kamu lakukan pada Ramadan?
     Saya lagi-lagi hanya beruluk senyum. "Ceritalah anakku, apapun itu, semoga ada hikmah yang bisa sama-sama kita petik dari perjalanan tiap kita selama Ramadan", ujar beliau. Tahun kemarin, senyum plus sedikit cerita hari Ramadan saya akhirnya mengalir tersendat.  Tahun ini, Syawwal kembali menghadirkan pertanyaan yang sama meski tanpa satu momen lingkar duduk bersama seperti tahun sebelumnya. Dan saya, masih juga tersedak malu ketika menjumpai pertanyaan yang sama.
     Sungguh, Ramadan bergulir amat cepat. Seperti meninggalkan saya terseok mengejar keberkahan di detik demi detiknya. Dan sepeninggalannya, rindu yang menggulung bertahan dalam suatu sudut hati, berharap semoga Dia yang menghadirkan Ramadan berkenan kembali menjumpakan saya -yang penuh kelemahan menjamu sang tamu istimewa- pada detik-detik imani di pertamuan Ramadan, serta memberi kesempatan me-ramadan-kan bulan-bulan selainnya.
     Menghitung momen yang amat dirindukan, malam-malam di taman masjid Bilal tentu menempati kalangan ranking atas. Seperti kata ibu Mesir tahun kemarin, sepuluh malam terakhir tak patut tergadaikan dengan alasan apapun. Maka, sesibuk-sepadat apapun urusan duniamu, pastikan selalu ada waktu khusus –prime time, quality time, me time, apapun namanya- bersama Sang Pencipta dan kalam cinta-Nya. Biarlah jadikan Ramadan menjadi bukti dan bekal tentang fursan an-nahar wa ruhban al-lail.
(Allahumma bariklana wa iyyaha ya Rabb, biyadiKa kulla al-hamd wa ats-tsana, walaKa tamaam asy-syukr 'ala ni'mat al-liqaa biha; bi ihda man tutsabbit nafsaha 'ala diiniKa.. terimakasih Allah, untuk mempertemukan saudara-saudara penuh cinta.)

menjenguk kembali pada detik-detik terakhir Syawwal.
Posted awal Dzulqa'dah yang khidmat.

Comments