Bincang Malam #3

#3

Malam, entah berapa puluh kulewati tanpa mencetak bincang. Tiap kita masih sama-sama berusaha membintang, kan?

Ya. Tentu saja. Melewati tanpa bincang tidak mengurangi eksistensi tiap kita. Kau baik saja, sayang?

Sungguh hanya karena kemurahan hati Allah sajalah aku masih bernyawa hingga kini. Semoga kau dalam keadaan terbaikmu menjelang perpisahan dengan bulan suci.

Maha Suci Allah. Sesungguhnya aku menyimpan sejumput sedih menjelang akhir bulan suci ini.

Kita –aku dan kau- sepertinya menyimpan sedih yang sama. Mari berdoa semoga Yang Memiliki Waktu mengobati sedih kita dengan bertemu kembali Ramadan di masa datang.

Ah, ya, ternyata aku tak sendiri menyimpan sedih ini ya, sayang..

Tentu saja, malam kawanku setia..

kadang hari mengikis kenyataan ke'bersama'an, sehingga yang terekam adalah, rasa ke'sendiri'an.

(meringis) kadang kebersamaan sempat meninggalkan gores luka, malam. Saat ia hanya menjadi iming-iming tanpa realisasi; mimpi kosong.

Tunggu, apakah ini, sayang? Apatis, atau kritis?

Hmm, boleh apalah saja kau anggap kataku ini, malam. Hanya saja kadang luka menjadi kenyataan pahit yang tidak bisa tidak dihiraukan. Dan entah sadar atau tidak, ke'bersama'an meluntur terganti rasa ke'sendiri'an yang kemudian meraja. Salahkah?

(detik berlalu. malam pergi tanpa sempat menjawab tanya. Tanpa sempat merespon kata. Sudahlah, apa kubilang; akhirnya kita memang sendiri. Sampai jumpa di lain frasa, kawan..!)


26 Agustus 2011.
Ramadan menjelang akhir, akhirnya sendiri memang menjadi akhir.

Comments

  1. jd merasakan lagi gimana sedihnya malam akhir ramadhan itu....

    ReplyDelete

Post a Comment