bercerita padamu, bu..

Beginilah bila aku merindumu, bu. Memutar SuaraPersaudaraan yang tersimpan, tak peduli pada mereka yang bertanya, "lagu apa nih? Jadul amat," atau, "ya ampun, masih jaman dengerin lagu kayak gini, fy? Kok masih ada ya?". Meringislah aku, paling banter menjawab, "ya, gitu.." sambil nyengir. Dalam hati, jawaban subjektifku mungkin bisa lebih panjang dari lagu SP itu sendiri. Makna lagu-lagunya lebih bagus daripada lagu religi alias nasyid zaman sekarang yang jarang ganti topik; cinta, nikah. (Hey, our world isn't only about it! It's just a part of an incredible thing called life..) Lagi, muatan SP jauh lebih berisi dan seringkali menghanyutkan sampai muara refleksi. Dan SP memang istimewa seistimewa ia bagi ibu. Seistimewa IzZis dkk bagi ayah. Ah, kutekankan sekali lagi, pendapat di atas sungguh subjektif, dan karenanya aku tak akan memaksa siapapun berpendapat yang sama. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, kan? Termasuk merdeka berpendapat. So, just feel free to be at d other side;)

Di kamar sendirian, biasanya prosesi rindu ini seperti didukung radio otomatis yang bisa nyala dan mati sendiri. SP pelan-pelan menyamar, dan jadilah hening. Gelap. Ya, biasanya aku tertidur. Sebuah kebiasaan yang sudah sangat dihafal kan, bu? Anakmu yang satu ini paling tak tahan menempel dgn kasur, pasti langsung berlayar ke pulau impian. Ah, ya, bukan saja pada kasur, berdiri di tengah jejalan orang di kereta ekonomi pun jadi. Rekor terakhirku yang paling memalukan adalah termin kemarin bu, berdiri saat belajar kelompok, lengkap dengan buku di tangan. Kalau ibu disini, pasti tak akan selamat aku dari jawilanmu, "Kebiasaan buruk, nggak sopan tuh, jangan lagi-lagi ya.."
Tapi malam ini, aku tak bebas meluncur ke pulau impian bu, sebab buku 'manahij da'wah'-ku belum juga selesai kubaca, padahal ujianku tinggal menunggu hari. Buku lain juga masih menunggu, bu. Ah, maafkan anakmu ya bu, tak kunjung menemukan daya juangnya. :'(

Comments