Selamat Datang, Bang..!

Bertemu denganmu beberapa saat lalu merupakan kegembiraan tersendiri buatku, meski hanya mampu berbalas kata melalui Yahoo Messenger. Saat itu bahasa dan gaya tulisanmu cukup membuat alisku terangkat. Berapa umurmu, Bang? 14? Aku bahkan sempat tergeragap menyadari waktu yang membawa abang kecilku jauh menyentuh umur empat belas. Dari empat belas itu, intensitas tatap muka kita sudah terkurangi hampir satu setengah tahun masa kuliahku di Kairo. Pantas saja, satu setengah tahun masa pertumbuhanmu seolah luput dari pengamatanku.

Dengan gelora yang khas, Abang kecilku bercerita tentang awal perjalanannya di masa empat belas. Bias kekhawatiran yang tersisip dalam kalimat-kalimatku mungkin cukup terbaca. Abang kecilku pun mereda dan berkata, "Kakak tenang aja.."

Aku cuma tersenyum simpul. Ini bukan kekhawatiran, Bang. Ini bentuk berbagi seorang kakak kepada adiknya, upaya memelihara kejernihan hingga ujung jalan. Sebab bisa dibilang cerita sesungguhnya hidup kita dimulai pada masa ini, meskipun ia mungkin hanya sekedar satu dari rantai masa yang tersusun menuju kepulangan ke kampung akhirat.

Masa-mu saat ini, yang mereka sebut masa remaja, sesungguhnya tak lain merupakan masa pembuktian kemandirian kita, Bang. Disana-lah bermula pertanggungjawaban masing-masing kita atas diri kita sendiri. Maka, kebebasan bertindak- juga bertanggungjawab- yang kita miliki seharusnya selalu terbangun di atas asas kesadaran.

Lalu, dari mana asas kesadaran bermula? Dari jiwa, Bang.. dari jiwa yang tersuplai gizi ruhani yang memadai, ditambah pemanfaatan akal dalam merengkuh petikan-petikan pelajaran dari ayat qauliyah dan kauniyah Sang Penggenggam Jiwa. Itulah sebabnya, mengapa Ayah seringkali menyinggung keadaan hati dan jiwa dalam bincang malam di teras rumah kita. Sebagaimana seringnya Ayah melakukan berbagai cara untuk membawa tubuh setengah sadar kalian, Abang dan Adek, turut berjama'ah Shubuh di masjid. Pun berbagai cara Ayah dan Ibu memotivasi kita membaca kitab suci serta suka rela I'tikaf di penghujung Ramadhan, walaupun masih didominasi ibadah istirahat alias tidur (^^). Bukan tanpa sebab, Bang.. di dalam semua perbuatan tersebut, ada usaha memupuk kesadaran jiwa berbasis ruhani agar ia kokoh menopang seluruh tingkah laku kita dalam dimensi ruang dan waktu. Selain juga membangun kedekatan horizontal dengan Sang Pencipta yang akan membawa warna kesadaran sebagai makhluk dari Al-Khaliq.

Lalu kesadaran sebagai makhluk akan membawa kita pada sebuah sebuah titik keyakinan bahwa kita akan kembali. Jadilah kehidupan di dunia satu kesempatan berharga untuk menyiapkan format terbaik diri saat tiba waktunya pertemuan dengan Al-Khaliq. Ya, format terbaik diri bertemu dengan-Nya beserta slide kehidupan terbaik untuk diputar di hadapan semesta di padang mahsyar kelak.

Tentu saja format terbaik diri butuh pengorbanan besar. Seringkali pahit dan sakit. Tapi tak apa, Bang.. tiap bulir peluh, jenak lelah dan tetes darah yang tertumpah dalam mengusahakannya akan berbalas cinta-Nya. Dan, bukankah cinta-Nya adalah segalanya?

Percayalah, Bang.. setiap kita pasti bertemu masa ini, dan dalam menjalani masa ini setiap kita akan selalu diiringi doa Ayah Ibu, juga saudara-saudara semua. Bahkan kalau si kecil Thoriq sudah bisa berdoa pun, ia pasti akan turut berdoa untuk Abang dan kita semua. 

Maka, terkadang saat kaki terasa tak lagi kukuh, berhentilah sejenak.. tak perlu segan menggenggam tangan yang terulur 24 jam untuk berbagi energi.. serta tanyakan kembali pada jiwa, "Apa yang sudah kita persiapkan untuk bertemu-Nya?"



(menyambut Abang kecilku, selamat datang.. mari bersama berbakti pada-Nya..) 
 

Comments

  1. jie,,,,,,yang abangnya dah mulai gede....selamat datang juga buat abang..!!!semga berhasil melewati dengan baik!!!dinanti kisah perjuangannya kelak.
    kemudian disusul adek...trz,.kayyisku..kemudian thoriq
    semoga kita semua bisa sampai ke tempat yang benar-benar indah itu.

    ReplyDelete

Post a Comment