Aku dan Hujan

‘aku selalu tersenyum saat hujan turun, karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri,,,’

Jum’at yang manis. Dhuha yang terguyur hujan- meski tak pantas dikatakan hujan, sebab ia lebih tepat disebut gerimis-. Ah.. entah mengapa buatku hujan terasa istimewa. Aku pun mungkin tak mampu menjelaskan lebih jelas atas keistimewaannya. Juga sejak kapan tepatnya aku mulai menganggapnya istimewa.

Simpelnya, buatku keistimewaan hujan terdeskripsi dramatis. Saat rintiknya mulai menyentuh bumi, ia seakan membawa serta hawa damai yang kemudian menyerbak dan memenuhi ruang semesta. Belum lagi bulir beningnya. Saat ia bertahan melayang di udara, aku seperti tersapa. Sebuah nuansa persuasive untuk sebuah refleksi: berkaca pada beningnya. Usai itu, harum khas tanah basah meruah. Ah.. semuanya seperti sebuah siklus yang mengajakku kembali pada tanah. Dan kembali pada tanah berarti kehidupan, sebab disanalah aku dimulai dan aku akan berpulang. Bukan sekedar memulai hidup atau sekedar pulang, tapi bagaimana perjalanan hidup itu dapat demikian bernilai.Uhf..maafkan kalau kurang teratur, aku memang tak pandai bercerita..

Masih berbicara tentang hujan, salah satu yang mungkin agak istimewa adalah di dalamnya aku memulai bagaimana menerima kenyataan apa adanya. Dulu, saat hujan turun, aku seringkali terperangkap suasana tak terduga. Sebab hujan kadang menunda langkah, atau kadang pula membatalkan rencana, bahkan pun mengghapus sesuatu. Pada saat itulah suasana seperti tak membiarkanku normal, berjalan seperti biasa. Tapi saat itu pulalah suasana mengjarkanku mengubah kepenatan, lalu mulai menerima dan menjalaninya dengan normal. Toh kita tak bisa membiarkan sepenuh hari kita dirampas hujan kan? Pilihan terbaik saat itu- menurutku- adalah berkawan dengannya: dengan hujan, dengan penat, dengan ketertundaan, dengan kegagalan, dengan resiko. Dan berkawan dengan hujan berarti memiliki lagi hari yang terampas olehnya. Kadang, memiliki bersama lebih baik dari menggenggamnya sendiri.

Hmm.. maaf bila semua tak cukup jelas. Aku, sekali lagi, memang tak pandai bercerita. Kelegaan buatku sudah lebih dari cukup dibandingkan kemampuan. Mari mengiringi rintik hari ini dengan doa, ‘duhai Yang Maha Agung, ampunkan dosa-dosa kami, dosa-dosa orangtua kami, serta kaum muslimin semuanya..’

[5 februari 2010, jum’at hujan yang manis.. belajar menjadi hamba yang bersyukur, sepanjang usia.]

Comments

  1. dan, cermin jiwa, aku ingin bertemu denganmu, sangat..

    ReplyDelete
  2. let's make an appointment! and da first date is; everyday morning-afternoon. Jangan lupa dateng ya Fah, di rabithah.. ;)

    ReplyDelete

Post a Comment