Bahasa; stagnan atau berkembang?

 Bismillah


Tak disangka membersamai anak-anak ternyata suka bikin kita ternganga lihat perkembangannya. Bukan cuma tubuhnya yang bertambah besar tapi juga kemajuan berpikir dan berbahasa yang mencengangkan. 


Hari ini aku dikagetkan oleh ucapan si anak tengah. Di tengah siang, dengan tegas ia berseru, "apa kubilang, anak bayi tidak ada guna!" 

Hey! Spontan mata membelalak seiring gelengan kepala. 


Apa pasal? ternyata si sulung dan si tengah sedang asyik bermain petak umpet, saat si bungsu ikut main. Mengambil peran bermurah hati memberikan info tempat persembunyian kakaknya.🤣


Menyaksikannya sungguh mau banget ketawa. Tapi tentu buat dua kakak ini adalah urusan serius. Kutelan saja tawaku di dasar perut.


Meski berpotensi dibilang dusun kalau komentar unik anak 4 tahun ini kedengeran orang lain, tak ayal terbetik pula di benak akan pernyataannya. Haruskan dijawab, guna adik bayi, ya untuk jadi lucu-lucuan, nak.. untuk mengingatkan syukur bagaimanapun model hidup. Daaan.. tentu saja untuk melatih kesabaran serta ketangkasan orang tua 😆


Sementara menyaksikan perkembangan bahasa mereka yang lucu-lucu, serta ditambah pertanyaan yang aneh, kadang di luar perkiraan, sejujurnya aku seperti dikasih kaca. Apakah aku turut berkembang bersama mereka?


Huft.. kalau lihat-lihat, kayaknya begini-begini aja, iya kah?!


Menilik sabab musabab mengapa tidak berkembang bahasaku, mungkin hari-hariku lebih banyak diisi marah-marah. Tahu sendiri kan, namanya marah-marah itu tidak mungkin rasanya berpikir panjang memikirkan gaya bahasa apa yang bagus dipakai, diksi apa yang patut melengkapi. Pada kondisi tersebut, emosi negatif terlalu kuasa membajak fungsi akal. Jadilah yang keluar ya kata itu-itu aja. Nadanya pun begitu saja, semacam sudah pattern. 


Kurasa, aku perlu tools untuk merekam jejak kemarahanku agar benar tersentil hidayah bertegar sabar. Let's see!


Sebab kedua, sedang coba kuperbaiki dengan kembali melahap buku fiksi dinluar genre pict book. Siapaa di sini yang setelah jadi emak-emak ternyata jumlah baca bukunya kalah total sama buku anak? 😝 


Tunggu, jangan serbu aku dengan sanggahan, kenapa bukan buku non-fiksi yang lebih bergizi. Ini personally hanya karena aku sedang kehilangan momen bermain kata dalam imaji, yang biasanya bisa didapat saat melahap buku cerita. Tentu, aku juga butuh doa kalian agar tetap menyelesaikan buku non fiksi sesuai kebutuhan. 😊


Aku mulai dengan pinjam buku di ipusnas. Meski entah kapan selesainya, aku menikmatinya pelan-pelan. Seumpama menyeruput kopi panas; tak ingin segera kehilangan sensasinya. 


Nah, sudah waktunya aku kembali ke dunia nyata, menyemai kosa kata baru serta membantu anak-anak melupakan frasa tak layak pakai. Terima kasih sudah menyimak! 

Comments