Ziarah Kata: Wisata Niaga Tua

 Aroma rempah membius hidung. Jalan di lorong yang hanya cukup dua orang papasan seperti semakin sesak dengan napas penuh bau. Entah bau, atau wangi. Aku tak yakin menamakan aroma khas dari belasan bumbu berjejer di kanan kiriku. 


Alih-alih merutuki sengatan klimaks di indera penciuman, kusesap udara banyak-banyak. Menarik nafas sembari merekamnya jadi kenangan. Kelak, sepaket jalan dan aromanya tentu akan kurindukan jika tiba waktunya kembali ke tanah kelahiran.


"Harga muraa, harga gila..!"

Sambutan kalimat senada berhamburan dari lisan para pedagang. Wajah Asia sudah ditandai, bahasa Melayu lantas dikeluarkan. Meskipun demikian, tak perlu berbesar kepala lalu jujur mengenalkan diri; kaidah menjaga diri dan privasi berlaku di negeri ini. 


Di sisi kanan kiri, aneka rupa benda tergelar. Rempah berdampingan dengan olahan kulit samakan yang menjadi tas, alas kursi, karpet dan hiasan dinding. Daster serta lingerie rumahan bersisian dengan papyrus ayat qur'an, juga souvenir bertabur gambar fir'aun. Oh ya, kayu kokka yang konon dipercaya turunan kayu yang dipakai perahu Nabi Nuh dan tongkat Nabi Musa pun dapat dijumpai bermacam olahannya. Dan, tentu saja banyak miniatur piramida kebanggaan. Yang terbuat dari kayu ada. Dari kaca banyak. Dari tembaga melimpah. Pilihlah sesukamu, biarlah jadi pelajaran bahwa hidup memang sekumpulan pilihan; dimula dari memilih buah tangan. 😊


Butuh bekal menemani perjalanan? Tenang, mampirlah ke warung jajanan terdekat. Atau, melipir sejenak ke kafe boleh jadi pilihan. Seruput teh dan kopi dengan aura timur tengah tradisional akan meluangkan bagimu ber-monolog hati di tengah arus modern yang tergesa. Jika tertarik menapaktilas, mari nongkrong di El-Fishawy Cafe yang sudah tegak sejak 1769. Barangkali, ide berlompatan dari benak layaknya maestro sastra Najib Mahfouz. Banyak inspirasi dari kawasan bersejarah ini, bahkan salah satu masterpiece beliau yang diangkat ke layar lebar mengabadikan namanya dengan terang; Khan Khalili. 

 

Namanya tersohor di kalangan wisatawan. Tanpa pandang ras dan agama, pengunjung deras menjumpai kawasan yang lebih dari 600 tahun umurnya. Tahukah, kawan, namanya menyiratkan ikatan erat dengan sang pendiri yang merupakan salah satu bangsawan di zaman Mamalik, Jersky Khalili. Iya, Khalili menunjukkan nisbat daerah asalnya dari  kota Khalil, Palestina. Ia layaknya mewakili para saudagar dari bumi jauh, al-Aqsa  yang memutar komoditi lintas wilayah. Menghembuskan angin segar pertumbuhan perekonomian. Meski zaman kadang tak berkawan. 


Kelak, di perempatan besar tengah pasar, melangkah belok kanan akan jadi pilihan yang tak disesali turis manapun. Kalau di gerbang Khan Khalili ada masjid Husein yang membentang dan masjid Al-Azhar di seberangnya, di jalan ini yang menemanimu adalah masjid-masjid dengan arsitektur antik ala baheula di kanan dan kiri. Kamu boleh catat namanya, untuk kita saling bercerita lagi esok hari. Syari' Muiz, begitu biasa ia disebut. 


Khan Khalili memang menyatukan keantikan potongan abad pertengahan, masjid bersejarah, dan seni perniagaan dalam urat nadinya. Sekali kunjungan, detaknya akan mengetuk kaki dan hati untuk kembali lagi.


Sampai jumpa, di sana. Aku siap membantu menunjuki peta wisatamu, bikin itinerary extraordinary, dan menginsyafi selebaran tazkiroh, reminder, pengingat paling romantis bertulis in god we trust berwarna hijau. 

Comments

  1. Baca ini , berasa ada di mesir, lg borong oleh2 .heheheee

    ReplyDelete

Post a Comment