Balada Raport Pertamaku

 

Laylah sa’idah, selamat malam semesta!

Pelajaran pertamaku di 2021 yang baru berjalan 20 jam ini menerbangkan ingatan ke para asatidz dan ustadzah, sederetan guru pengisi masa sekolah formal.

Beberapa hari belakangan, tantangan yang kuambil menjadi fasilitator, -pendamping- pada program 60 hari pengamatan bakat, menagih raport siswa. Dengan kapasitas kelas hanya 10 orang, tengah malam sudah harus menegakkan punggung. Kuajak mata bertahan mengumpulkan kesimpulan data pengamatan para orang tua wali murid. Dan jujurly, siwer.

Duhai, baru tahu begini amat rasanya bikin raport.

Seumur-umur, cerita ngajarku Cuma sebatas les privat, bimbel, dan mentoring. Dan tentu saja di ketiga wilayah tersebut nggak ada cerita bikin raport. Datang, ngajar, selesai target babai. Kalau ada uang Lelah, ya alhamdulillah buat nongkrong jajan bareng di tempat spesial. ((ya tapi jan dibayangin juga, tempat spesialnya resto gitu yah, maklum kelas mahasiswa mengandalkan beasiswa pas-pasan kemana sih, jalannya paling ke warung pengkolan :’)) Itupun sebulan sekali sudah wow.

Raport nggak resminya ya natijah, nilai para peserta hadirin rahimakumullah yang berbahagia dan bekerja keras.

Sejarah bikin raport ya kali pertama ini. Dan langsung bertutur doa Panjang buat para guru seantero dunia. Bapak-Ibu sekalian sungguh luar biasa!

Mantengin data puluhan siswa, input ke file masing-masing dengan jaminan tanpa kekeliruan, pake catatan segala rupa soal keunikan peserta didik.

Semalam, akhirnya saya meng-insyafi benar kenapa suka ada kata-kata standar yang udah jadi autoteks di seluruh siswa. Perlu itu, ternyata. Biar kata tetep aja dapat resiko dijulidin suara sumbang,”ih basa-basi banget, begini doang”. It’s better daripada kosong melompong, atau bahkan tinta merah, kan, seus?

Jadi, bersyukurlah jika selama ini nggak pernah tertukar nilai sama tetangga bangku. Dari urutan 1 jadi ke-10 itu lumayan banget kan, selisihnya? :P

Hormat takdzimlah saat isian yang tetap ditulis objektif meski standar be-ge-te. Tahukah kamu, betapa berat godaannya. Seberat kengeyelanmu yang potretnya membayangi benak para guru saat punya kesempatan meluahkan kata dan catatan. Lihat, ini baru satu sisi printilan guru, belum urusan lain yang lebih badai. Betapa besar jiwanya. Tanda jasa apa yang bisa mewakilinya?

Sekali ini, biarkan kuketik raport sambil komat-kamit. Menerbangkan doa-doa Panjang bagi para punggawa Pendidikan bangsa.

.

Begitulah arti sesungguhnya You’ll never know till you try. You’ll never know till it happens to you.

Yeah. Lanjut nyanyi, mic anyone?


 

 

Comments