Bismillahirrahmanirrahim
Berapa banyak ibunda yang mengimpikan
anaknya menjadi ulama? Semua pasti siap ngacung kalau pertanyaan ini
dilemparkan.
Ulama, asal katanya adalah alim,
orang yang memiliki ilmu. Dari term asal katanya, sebenarnya tidak ada
pembatasan makna ilmu yang dimaksud. Hanya saja, mungkin cita rasa zaman
sekarang lebih menitikberatkanb pada sector ilmu tertentu. Sebutlah misal, ilmu
keagamaan. Saja. Padahal sejatinya, penyematan gelar ulama dapat luas disebutkan
bagi siapapun yang memiliki ilmu apapun.
Lalu, jadi ibunda dari ulama
seperti apakah yang diharapkan? Sungguh standar harapannya, bukan perihal
bidang keilmuan. Tapi… atsar, atau efek ilmunya tersebut.
Mari mengurainya perlahan…
Ulama manakah yang dibicarakan?
Merujuk pada ayat dalam kitab suci
umat Islam, ((innama yakhsyallaha min 'ibaadihil ulamaa)) terang disebut
kata ulama yang disandingkan dengan satu sifat khas. Sifat yang kemudian sepatutnya
jadi karakter ulama. Itulah dia.. Ulama yang takut pada Allah.
Berderet kisah salafus shalih menceritakan
keteladanan tentang ilmu yang berbanding lurus dengan ketakutan pada Allah, lantas
menambah nilai takwa di hadapan-Nya. ((tulung kisahnya di-gugling atau
dibuka bukunya aja ya Mak, atau kita bahas pankapan ;))
Sekarang, setelah bahas karakter
ulama dambaan umat, kita balik ke tema tentang sosok ibunda yang
mendampinginya.
Sejarah mencatat perjuangan dan
jiddiyah (kesungguhan) para orang tua ulama besar dengan tinta emas. Yang
masyhur mampir di telinga kita mungkin kisah ibunda imam Asy-syafii, imam
Tsauri, ibunda Rabi’ah ar-ra’yi, atau ibunda imam masjidil haram, as-Sudais. Selain
mereka, tentu masih buaaanyak yang bisa kita gali dan kenali untuk mengobarkan cita
kita Bersama. Dan, percayalah, ada benang merah yang patut kita tarik untuk
menguatkan diri kita bertahan di ibadah mendidik anak ini.
What to do?
Setidaknya, 3 hal ini cukup
mewakili…
1. nazarkan sejak dalam kandungan
dan sejak dini (maryam, alfatih yang dibawa ke sisi konstantinopel)
2. tidak pelit, prioritaskan
pendidikan dan kebutuhan penunjang & pembentuk karakter anak (spt iuran
sekolah, beli buku dll)
3. doakan, doa ibu tajam tanpa
penghalang, du'a al-umm liwaladihi kadu'aai an-nabiy li ummatihi. Doa seorang
ibu untuk anaknya bagaikan doa rasul untuk umatnya. Masih lupa seberapa kuat
doa nabi? Cukuplah sebagai reminder betapa dahsyatnya doa Nabi, saat kita
mengulang kisah seorang mujahid yang kembali sehat sempurna biji mata yang
sudah hendak keluar dari tempatnya. Iya, sekeren itu. Dan lisanmu, wahai Ibu,
juga sedahsyat itu.
Berhati-hati dengan perkataan pada
anak kita. Baik sangka pada Allah, jangan cancel doa dengan keraguan kita.
Pesankan ke anak, ilmu semakin
banyak sejatinya semakin menambah takut pada Allah. innama takunul ilmu
ma'al khasy-yah.
Sekian dan terima kasih. Alhamdulillah.
Sebenarnya, ini merupakan resume
dan catatan ngaca si mama triple A saat abis ikut kajian online. Karena kajiannya
pakai voice, saya yang visual rada gap gitu merangkai bahasannya. Sedih, sementara
dengerinnya banyak selingan, jadilah takut ambyar nggak ada bekasnya kan. Kulwap
kali ini diampu kak Hayati Fashiha, jazaahallahu khairan!
Comments
Post a Comment