3 Langkah Jadi Ibunda Para Ulama

 

Bismillahirrahmanirrahim

Berapa banyak ibunda yang mengimpikan anaknya menjadi ulama? Semua pasti siap ngacung kalau pertanyaan ini dilemparkan.

Ulama, asal katanya adalah alim, orang yang memiliki ilmu. Dari term asal katanya, sebenarnya tidak ada pembatasan makna ilmu yang dimaksud. Hanya saja, mungkin cita rasa zaman sekarang lebih menitikberatkanb pada sector ilmu tertentu. Sebutlah misal, ilmu keagamaan. Saja. Padahal sejatinya, penyematan gelar ulama dapat luas disebutkan bagi siapapun yang memiliki ilmu apapun.

Lalu, jadi ibunda dari ulama seperti apakah yang diharapkan? Sungguh standar harapannya, bukan perihal bidang keilmuan. Tapi… atsar, atau efek ilmunya tersebut.

Mari mengurainya perlahan…  

Ulama manakah yang dibicarakan?

Merujuk pada ayat dalam kitab suci umat Islam, ((innama yakhsyallaha min 'ibaadihil ulamaa)) terang disebut kata ulama yang disandingkan dengan satu sifat khas. Sifat yang kemudian sepatutnya jadi karakter ulama. Itulah dia.. Ulama yang takut pada Allah.

Berderet kisah salafus shalih menceritakan keteladanan tentang ilmu yang berbanding lurus dengan ketakutan pada Allah, lantas menambah nilai takwa di hadapan-Nya. ((tulung kisahnya di-gugling atau dibuka bukunya aja ya Mak, atau kita bahas pankapan ;))

Sekarang, setelah bahas karakter ulama dambaan umat, kita balik ke tema tentang sosok ibunda yang mendampinginya.

Sejarah mencatat perjuangan dan jiddiyah (kesungguhan) para orang tua ulama besar dengan tinta emas. Yang masyhur mampir di telinga kita mungkin kisah ibunda imam Asy-syafii, imam Tsauri, ibunda Rabi’ah ar-ra’yi, atau ibunda imam masjidil haram, as-Sudais. Selain mereka, tentu masih buaaanyak yang bisa kita gali dan kenali untuk mengobarkan cita kita Bersama. Dan, percayalah, ada benang merah yang patut kita tarik untuk menguatkan diri kita bertahan di ibadah mendidik anak ini.  

What to do?

Setidaknya, 3 hal ini cukup mewakili…

1. nazarkan sejak dalam kandungan dan sejak dini (maryam, alfatih yang dibawa ke sisi konstantinopel)

2. tidak pelit, prioritaskan pendidikan dan kebutuhan penunjang & pembentuk karakter anak (spt iuran sekolah, beli buku dll)

3. doakan, doa ibu tajam tanpa penghalang, du'a al-umm liwaladihi kadu'aai an-nabiy li ummatihi. Doa seorang ibu untuk anaknya bagaikan doa rasul untuk umatnya. Masih lupa seberapa kuat doa nabi? Cukuplah sebagai reminder betapa dahsyatnya doa Nabi, saat kita mengulang kisah seorang mujahid yang kembali sehat sempurna biji mata yang sudah hendak keluar dari tempatnya. Iya, sekeren itu. Dan lisanmu, wahai Ibu, juga sedahsyat itu.

Berhati-hati dengan perkataan pada anak kita. Baik sangka pada Allah, jangan cancel doa dengan keraguan kita.

Pesankan ke anak, ilmu semakin banyak sejatinya semakin menambah takut pada Allah. innama takunul ilmu ma'al khasy-yah.

Sekian dan terima kasih. Alhamdulillah.

Sebenarnya, ini merupakan resume dan catatan ngaca si mama triple A saat abis ikut kajian online. Karena kajiannya pakai voice, saya yang visual rada gap gitu merangkai bahasannya. Sedih, sementara dengerinnya banyak selingan, jadilah takut ambyar nggak ada bekasnya kan. Kulwap kali ini diampu kak Hayati Fashiha, jazaahallahu khairan!

Comments